Gambaran Korupsi di Indonesia serta Delik Pasal Korupsi
Korupsi tidak diragukan lagi sebagai salah satu bentuk kejahatan. Kejahatan ini berdampak pada ketidakpercayaan publik, baik yang dilakukan oleh pejabat publik maupun swasta. Korupsi memberikan dampak negatif bagi berbagai sendi kehidupan, tidak hanya perekonomian, namun juga politik dan dampak sosial masyarakat. Korupsi telah menjadi musuh bersama dan secara global telah disepakati bahwa korupsi sebagai masalah serius yang mengancam stabilitas dan keamanan masyarakat, melemahkan lembaga-lembaga dan nilai demokrasi, nilai etika dan keadilan serta mengancam pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum. Pencegahan dan pemberantasan korupsi merupakan tanggung jawab semua negara dan semua pilar baik organisasi pemerintah, swasta maupun organisasi kemasyarakatan.
Penolakan atas penerimaan gratifikasi tersebut,
perlu dilaporkan oleh pegawai negeri/penyelenggara negara ke instansinya atau
KPK. Pencatatan atau pelaporan atas penolakan dapat berguna sebagai alat
pemutus keterkaitan antara pegawai negeri/penyelenggara negara dengan pihak
pemberi. Dalam hal pihak pemberi dinilai telah memenuhi unsur suap dan diproses
sesuai hukum yang berlaku, maka keberadaan pencatatan atas penolakan penerimaan
menjadi penting untuk memperlihatkan adanya itikad baik dari pegawai
negeri/penyelenggara negara dalam menangkal upaya suap kepada dirinya. Dari
aspek pemberi, pihak pemberi tetap dapat dijerat meskipun pegawai negeri
menolak atau tidak menerima.
Berdasarkan data yang dihimpun dari katadata.co.id, dalam
rentang waktu tahun 2004 hingga Juli 2019, terdapat 114 orang
kepala daerah terjerat kasus korupsi. Dalam rentang waktu tersebut pula, semakin
banyak Kepala daerah yang terjerat korupsi dengan mayoritas kasus Suap dan
Gratifikasi.
Ironi Korupsi
“Setelah dilantik sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Agustus 2019 lalu, dengan gagah dia mengusulkan koruptor dipotong jarinya dan dimiskinkan” dikutip dari media online yang merupakan kalimat terucap dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Mirisnya setelah 2 bulan dilantik menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar ditangkap terkait kasus suap dan TPPU. Bahkan beberapa koruptor yang telah terjerat kasus menyebut uang yang mereka dapat dari hasil korupsi disebut rezeki.
Ironisnya, korupsi yang dilakukan adalah dalam bentuk kerja sama antar anggota keluarga, seperti Suami-Istri, Bapak-Anak, Adik-Kakak, dll. Selain itu hasil korupsi yang didapatkan, dianggap sebagai rezeki. Kadang kita juga terkecoh dengan pembawaan seseorang yang low profile maupun taat beragama, ternyata di balik itu semua, orang tersebut melakukan korupsi.
Dalam teori fiksi hukum, ketika suatu peraturan sudah ditetapkan atau diundangkan maka pada saat itu pula setiap orang dianggap sudah tahu (presumption iures de iure) dan ketentuan ini berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang tidak akan dimaafkan atau tidak dapat membebaskannya dari jeratan hukum (ignorantia jurist non excusat). Maka tidak ada alasan bagi kita untuk terhidar dari hukum di mana negara kita menganut teori fiksi hukum.
Berdasarkan perspektif yuridis di Indonesia, jenis-jenis korupsi adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yakni yang terakhir sebagaimana diatur dalam UU No. 20/2001 tentang Perubahan UU No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan UU 31/1999 jo UU 20/2001 Korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan menjadi 7 jenis, yakni:
- Kerugian Negara
Delik yang terkait dengan kerugian negara yaitu pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 - Penyuapan
Delik pemberian sesuatu/janji kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara diatur dengan beberapa pasal dianataranya Pasal 5 (1) a, b; Pasal 13; Pasal 5 (2); Pasal 12 a, b; Pasal 11; Pasal 6(1)a, b; Pasal 6(2) serta Pasal 12 c, d. - Gratifikasi
Diatur dalam Pasal 12B jo Pasal 12C - Penggelapan dalam Jabatan
Diatur dalam Pasal 8; Pasal 9; Pasal 10 a,b,c - Pemerasan
Diatur dalam pasal 12 huruf e,f,g - Perbuatan Curang
Diatur dalam pasal 7(1) a,b,c,d; Pasal 7 (2); Pasal 12 h - Konflik kepentingan dalam
Pengadaan
Diatur dalam pasal 12 huruf i
Kenapa Korupsi masih saja terjadi padahal hukuman pasalnya bisa seumur hidup?
Berdasarkan teori “Fraud Triangle” dari Donald R. Cressey,
seseorang melakukan korupsi jika dia memiliki: (Cressey,
Donald R. 1955.)
- Rasionalisasi (Pembenaran)
Pelaku mencari alasan pembenaran atas tindakan korupsinya, misalnya: untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya dalam kehidupan materi sebagaimana yang dilihatnya dalam kehidupan tetangga atau orang-orang yang dikenalnya. Masa kerja pelaku sudah lama dan merasa berhak mendapatkan lebih dari yang apa telah diperoleh sekarang, dan dari yang diperoleh orang lain. - Opportunity (kesempatan)
Adanya kesempatan/peluang memungkinkan fraud/kecurangan/korupsi terjadi. Seseorang yang korupsi mengatakan “Ada kesempatan bagi saya untuk mendapatkan uang/benda yang diinginkan, mengapa tidak”? Kesempatan ini terjadi di kantor, perusahaan, sekolah, organisasi sosial, organisasi olahraga, seni, budaya, dan sebagainya. Kesempatan ini digunakan orang yang nilai hidupnya hanyalah mengejar kekayaan karena nurani dirinya tidak juga mampu mengendalikan nafsunya. Hal ini terjadi karena internal control/pengawasan suatu organisasi dan masyarakat lemah. - Pressure (Tekanan)
Dorongan dari lingkungan dan kebiasaan hidup di luar kemampuan (besar pasak dari tiang) dan juga keserakahan (keinginan memiliki kekayaan yang tak terbatas) yang menyebabkan seseorang korupsi. Contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah di luar kemampuannya, ketergantungan narkoba, mempertahankan harga diri yang keliru.
Mari kita lihat infografis berikut terkait teori-tori penyebab korupsi pada tautan dibawah ini:
Menerapkan nilai-nilai Integritas
Integritas merupakan kesatuan antara pikiran, perasaan, ucapan serta tindakan dengan hati nurani. Terdapat 10 nilai integritas yang disepakati dalam consensus yang diselenggarakan oleh KPK. Nilai tersebut juga dijadikan sebagai nilai antikorupsi. Melalui pembiasaan dan pengembangan nilai-nilai antikorupsi, diharapkan kita dapat memiliki kendali diri terhadap pengaruh buruk lingkungan. Hal ini akan menghindarkan diri dari praktik-praktik korupsi. Sepuluh nilai integritas tersebut, di antaranya:
Integritas ini tidak hanya diperlukan oleh seorang individu, melainkan harus didukung dengan integritas organisasinya, serta integritas bangsanya. Suatu organisasi dikatakan berintegritas jika organisasi tersebut membangun sistem untuk membuat individu di dalamnya berintegritas dan memastikan bahwa terdapat keselarasan antara nilai organisasi, visi , dan tujuan organisasi dengan tindakan yang dilakukan oleh organisasi
infografis mengenai Integritas dapat dibaca dan diakses pada tautan laman-laman berikut
:
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/infografis/pengertian-integritas
Setelah memahami upaya pencegahan Tindakan Korupsi, upaya yang paling ampuh adalah jika setiap individu sadar akan nilai integritas dan antikorupsi, serta tidak melakukan korupsi. Dimulai dari diri sendiri, menularkan kepada orang sekitar, hingga mampu membentuk kelompok berintegritas dan menularkannya kepada kelompok yang lain hingga membangun organisasi berintegritas.
Quiz Pertanyaan:
Pertanyaan ke 1
Pertanyaan ke 2
Question text
Pertanyaan ke 3
Question text
Manakah yang termasuk delik penggelapan dalam jabatan (UU 31/1999 jo UU 20/2001)?
Pertanyaan ke 4
Question text
Menurut Gone Theory apa saja faktor penyebab korupsi?
Pertanyaan ke 5
Question text
Apa yang dimaksud dengan Integritas?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar