Rabu, 19 Januari 2022

Pernikahan Berkah dan Keluarga Bahagia

 
Pernikahan Berkah dan Keluarga Bahagia 
Oleh Samsul Zakaria, S.Sy., M.H. 
(Hakim Pratama Muda di Pengadilan Agama Soreang)
 
Pernikahan yang berkah dan terwujudnya keluarga bahagia adalah dambaan setiap pasangan suami isteri. Itulah mengapa doa yang hukumnya sunnah dipanjatkan untuk kedua mempelai adalah agar Allah ta’ala melimpahkan berkah kepada keduanya (barakallahu lakuma wa baraka ‘alaikuma). Selain itu, supaya Allah ta’ala mengumpulkan keduanya dalam kebaikan (wa jama’a bainakuma fi khairin). Berkumpulnya dua insan yang sudah berjanji setia dalam kebaikan itulah bagian utama dari kebahagiaan keluarga. Dalam rangka mewujudkan pernikahan berkah dan keluarga bahagia akan diulas secara singkat dalam poin-poin berikut ini: 
 
1. Menikah adalah sunnah 
Dalam kajian fiqh dijelaskan bahwa hukum asal menikah adalah sunnah (mustahabbun). Hukum menikah menjadi wajib bagi mereka yang mampu, mau, dan khawatir zina. Sementara bagi mereka yang berniat menyakiti pasangan dengan menikah maka baginya hukum menikah menjadi haram. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh berkah nikah maka kedua mempelai harus meniatkan menikah untuk mencari keridhaan Allah ta’ala. Menikah dikatakan sunnah juga karena sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini karena Islam adalah agama yang selaras dengan fitrah manusia. Manusia butuh menikah dalam rangka mendapatkan pasangan hidup yang halal dan memperoleh keturunan yang baik. Sejalan itu, Rasulullah pernah mengingatkan bahwa nikah adalah sunnahnya. “Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah bagian dariku,” sabdanya. 
 
 2. Menikah adalah ikatan kuat 
 Akad nikah seringkali digambarkan sebagai peristiwa yang membuat arsy bergoncang. Sebab, pernikahan adalah ikatan yang agung (mitsaqan ghalidzan) yang disaksikan penduduk bumi dan penduduk langit sekalian. Artinya, pernikahan bukanlah sebuah “kontrak” biasa namun sebuah perjanjian agung yang harus dirawat dan dipertahankan dengan semaksimal mungkin. Usai prosesi akad nikah, melekat tanggung jawab besar bagi suami dan isteri. Setelah ijab qabul, biasanya mempelai laki-laki membacakan sighat ta’lik talak. Isinya adalah janji bahwa ia sebagai suami akan mempergauli isteri dengan cara yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf). Selanjutnya, bila ia meninggalkan isteri (2 tahun), tidak memberikan nafkah wajib (3 bulan), menyakiti badan isteri, atau tidak memperdulikan isteri (6 bulan). Atas alasan tersebut, bila isteri tidak ridha maka isteri dalam mengajukan cerai ke Pengadilan Agama dengan iwadh 10 ribu rupiah. 
 
 3. Pernikahan bukanlah tujuan akhir 
Menikah adalah salah satu tujuan laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa. Namun demikian tidak berarti bahwa menikah adalah tujuan akhir. Artinya, bukan berarti setelah menikah lalu semuanya menjadi paripurna. Justru menikah adalah jembatan awal untuk melangkah lebih jauh lagi. Bila pernikahan diibaratkan seekor burung maka suami dan isteri adalah kedua sayapnya. Seekor burung akan terbang tinggi bila kedua sayap berfungsi dan bekerja dengan baik. Bila pernikahan dimaknai bukan sebagai tujuan akhir maka suami dan isteri akan terus berproses. Karena tidak heran bila awal pernikahan akan berbeda dengan 5 tahun pernikahan. Seterusnya akan berbeda dengan 10 tahun pernikahan. Cobaan dan ujian pasti datang silih berganti. Namun hal tersebut sebenarnya adalah bumbu rumah tangga yang menjadikan pernikahan lebih berwarna. Karenanya, harus dinikmati dan disikapi dengan bijak. 
 
4. Menikah adalah ibadah paling lama 
Ibadah dalam arti luas tidak hanya shalat 5 waktu, puasa, zakat, dan haji. Pernikahan itu sendiri hakikatnya adalah ibadah. Bila demikian, sepanjang pernikahan masih bertahan maka sejatinya suami isteri masih terus beribadah. Oleh karena itu, untuk memasuki gerbang ibadah paling lama tersebut harus diawali dengan bekal yang cukup. Bekal tersebut mencakup kesiapan lahir batin, ilmu, dan mental (psikologis). Setelah menikah sekalipun, suami isteri harus terus memperdalam ilmu berumah tangga. Salah satunya mengenai cara mendidik anak dengan sebaik mungkin. Sebab, anak adalah anugerah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Bekal agama harus diberikan kepada anak sejak dini. Anak yang shaleh tentu akan menjadi kebanggaan orang tua. Apalagi doa anak shaleh tetap memberi manfaat bagi orang tua meskipun sudah bersemayam di alam baka. 
 
5. Tidak membuat putusan ketika marah
 Dalam mengarungi biduk rumah tangga, suami atau isteri pasti berhadapan dengan keadaan yang mengharuskan untuk mengambil keputusan. Setiap keputusan yang diambil hendaknya dimusyarahkan berdua. Disitulah akan semakin tercipta kekompakan berumah tangga. Keputusan yang diambil juga dipertimbangkan matang-matang. Termasuk dalam hal ini, tidak membuat keputusan saat sedang marah (emosi). Keputusan yang demikian seringkali mengakibatkan penyesalan. Dalam hal ini, suami isteri harus dapat mengontrol ego masing-masing. Suami pasti punya keinginan. Demikian juga isteri. Disitulah pentingnya bermusyawarah dengan kepala dingin. Sediakan waktu khusus untuk diskusi dan membahas apa saja. Saling terbuka adalah modal utama. Pada akhirnya, harus disadari bahwa suami tidak seyogyanya memaksa isteri untuk menjadi 100 persen sebagaimana yang diinginkannya. Begitu juga sebaliknya. 
 
 6. Bahagia sehidup-sesurga 
“Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina‘adzaban nar.” Itulah doa yang biasa dipanjatkan selepas shalat dan dalam pertemuan serta acara. Tujuan hidup termasuk berumah tangga adalah tercapainya bahagia baik di dunia maupun akhirat. Seorang tokoh nasional menasihatkan perlunya keluarga memiliki visi surgawi. Maksudnya, semacam panduan internal keluarga agar dapat masuk surga sekeluarga. Setiap keluarga ingin hidup bahagia. Namun demikian harus dipastikan bahwa kebahagiaan dunia tersebut dapat menghantarkan pada tercapainya kebahagian akhirat. Dengan bahasa yang lebih sederhana, boleh-boleh saja berusaha untuk hidup enak. Namun yang paling penting adalah bagaimana bisa mati enak. Mati enak adalah istilah lain dari husnul khatimah. Dengan jalan itu, maka tergapailah bahagia sehidup-sesurga. Wallahu a’lamu bi ash-shawab. 
 
Soreang, 28 Desember 2021 M/24 Jumadil Ula 1443 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar