Perkawinan menurut KHI pasal 2 bab 2 : perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan yait aqad yang sangat kuat atau mitaqon gholidhan untk menta’ati perintah Allah dan melaksanakanya adalah ibadah.
Peristiwa perkawinan-pernikahan merupakan suatu perikatan hukum antara suami-isteri sehingga mengakibatkan berlakunya hukum tentang pergaulan suami-isteri dalam islam dengan segala akibat-akibat hukumnya. Karenanya disebut mistaqon gholidan/ikatan yang sangat kuat.
Tujuan perkawinan menurut KHI pasal 3: perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah .
Peminangan menurut KHI pasal 1 huruf a : peminangan ialah kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang wanita. Lafaz perjodohan bermakna perkawinan.
Teknis peminangan menurut KHI pasal 11 : peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan perantara yang dapat dipercaya.
Syarat meminang yang dirincikan pada pasal 12 adalah:
1. Pinangan dilakukan oleh seorang laki-laki atau pihak dari laki-laki kepada seoran wanita atau dari pihak wanitanya sebagaimana di syaratkan pada pasal 12 (1)
2. Wanita yang dipinang adalah wanita yang perawan, wanita yang tidak terikat perkawinan dengan orang lain, wanita yang tidak masih dalam iddah raji’ah, janda yang habis masa iddahnya
Larangan meminang yang dirincikan pasal 12 adalah:
1. Wanita yang masih dalam iddah rajiyah baik dengan terang-terangan ataupun sindiran
2. Wanita yang masih dalam iddah karena wafatnya suami (masa tunggu 130 hari). di bolehkan meminangnya kecuali dengan sindiran.
3. Wanita yang sedang dipinang oleh pria lain selama pinangannya tersebut putus atau belum ada penolakan dari pihak wanita
4. Wanita yang sedang atau telah dipinang oleh orang lain sedangkan pinangan tersebut belum dputuskan baik dari pihak wanitanya atau laki-lakinya
5. Wanita yang tergolong muharrimat/senasab
Rukun perkawinan menurut pasal 14 KHI adalah: untuk melaksanakan perkawinan harus ada:
1 calon suami (mencapai 21 thn)/ minimal 19 thn (hrs mendapatkan izin dari Orto). ( Pasal 15 KHI)
2 calon isteri (mencapai 21 thn)/ minimal 16 thn (hrs mendapatkan izin dari Orto). ( Pasal 15 KHI)
3 wali nikah ( pasal 19 KHI)
4 dua orang saksi ( pasal 24-26 KHI )
5 ijab dan Kabul ( pasal 27-29 KHI )
“Tanpa wali nikah maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan( pasal 19 KHI)”
Pembagian wali nikah pada pasal 20 KHI yaitu : wali nasab dan wali hakim
1.wali nasab ( pasal 21 ) terdiri dari 4 kelompok dalam urutan kedudukan.
I. Kerabat laki-laki seayah
II. Keturunan laki-laki mereka (laki-laki seayah)
III. Kerabat paman ( saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki dari mereka)
IV. Saudara laki-laki kandung kakek,saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka
2.wali hakim ( pasal 23 ) :
· wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau adlal atau enggan
· dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah stelah ada keputusan dari Pengadilan Agama
Urutan wali nikah yang di utamakan adalah :
1.wali nasab paling dekat ( nasab aqrab) yaitu ayah/kakek mempelai wanita 2. wali nasab yang jauh ( nasab ab’ad) 3. Wali hakim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar