Sabtu, 07 Januari 2012

Implementasi etika pengelolaan SDM (MK.Etika Bisnis)

BAB I
Penerapan Teori Etika
 Sumber Daya Manusia

u Pentingnya Sumber Daya Manusia dalam Sebuah Perusahaan
Peran SDM bagi sebuah perusahaan yang ingin berumur panjang merupakan suatu hal strategis. Oleh karena itu, untuk menangani SDM yang handal harus dilakukan sebagai human capital. Para manajer harus mengaitkan pelaksanaan MSDM dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas. Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dikolaborasi dari segi teori sumber daya. 
Fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas, adalah SDM strategis yang memberikan nilai tambah (added value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan competitive advantage dari perusahaan. Dengan demikian, dari segi sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang maksimum yang dapat mengoptimumkan competitive advantage. Adanya SDM ekspertis: manajer strategis (strategic managers) dan SDM yang handal yang menyumbang dalam menghasilkan added value tersebut merupakan value added perusahaan. Value added adalah SDM strategis yang menjadi bagian dari human capital perusahaan.

Peter Drucker (1998), pakar manajemen terkenal bahkan mengemukakan bahwa tantangan bagi para manajer sekarang adalah tenaga kerja kini cenderung tak dapat diatur seperti tenaga kerja generasi yang lalu. Titik berat pekerjaan kini bergerak sangat cepat dari tenaga manual dan clerical ke knowledge-worker yang menolak menerima perintah (komando) ala militer, sebagaimana cara yang diadopsi oleh dunia bisnis 100 tahun yang lalu. Kecenderungan yang kini berlangsung adalah, angkatan kerja dituntut memiliki pengetahuan baru (knowledge-intensive, high tech-knowledgeable), yang sesuai dinamika perubahan yang tengah berlangsung. Tenaga kerja di sektor jasa di negara maju (kini sekitar 70 persen) dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan tenaga paruh waktu (part-timer) juga semakin meningkat. Pola yang berubah ini menuntut pengetahuan baru dan cara penanganan (manajemen) yang baru. Moskowitz, R. and Warwick D. (1996) berpendapat, bahwa Human capital yang mengacu kepada pengetahuan, pendidikan, latihan, keahlian, dan ekspertis tenaga kerja perusahaan kini menjadi sangat penting, dibandingkan dengan waktu-waktu lampau.

Malcolm Baldrige, menyatakan bahwa penanganan SDM sebagai Human Capital telah berhasil jika MSDM sudah merencanakan penerapan dan intergrasi pertumbuhan pegawai secara penuh, mencakup program pelatihan, alur pengembangan karier, penilaian/proses kesadaran pribadi, kompensasi, pemberian wewenang, dan hasil terukur. Di samping itu manajemen senior dan madya terlibat secara penuh dan mendukung serta turut berlatih bersama untuk membangun perkembangan organisasi dan pegawai. Semua personalia dalam organisasi sudah merasakan bekerja dalam kelompok (bukan hanya sebagai individu). Setiap unit kerja sudah menguasai pegawai mereka melalui kelompok fungsional dan pembagian informasi yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Perusahaan sebagai organisasi telah mempunyai suatu rencana menyeluruh dan secara penuh terhadap pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap penigkatan kualitas secara penuh. Dan, setiap pegawai mendapatkan reward untuk setiap prestasi. 

Untuk mencapai penanganan SDM sebagai Human Capital dapat dinilai dari komponen-komponen sebagai berikut:
(1). Perencanaan dan Pengelolaan SDM
a. Seberapa jauh perencanaan SDM dikaitkan dengan strategi.
b. Seberapa jauh SDM dikaitkan dengan tujuan peningkatan kualitas.
c. Seberapa besar penggunaan data pegawai untuk peningkatan pengelolaan SDM.
(2). Peningkatan Pegawai
a. Seberapa besar insentif bagi keterlibatan pegawai dalam peningkatan kualitas.
b. Seberapa besar wewenang yang diberikan kepada pegawai dalam area kerja mereka.
c. Bagaimana pengukuran dan pemantauan pegawai dalam peningkatan kualitas.
d. Bagaimana indicator monitoring keterlibatan pegawai pada semua tingkatan.
(3). Pendidikan dan Pelatihan
a. Bagaimana sistematika pengembangan program pelatihan dan pendidikan.
b. Bagaimana mengukur kaitan pelatihan dan pendidikan dengan pekerjaan pegawai.
c. Seberapa jauh pengaruh hasil pelatihan berhubungan dengan area Pekerjaan pegawai.
d. Bagaimana mengukur pelatihan pegawai dengan kategori pekerjaan.
(4). Kinerja Pegawai dan Pengakuan
a. Seberapa jauh reward program mendukung tujuan peningkatan mutu.
b. Bagaimana intensitas organisasi meninjau ulang dan meningkatan reward program.
c. Bagaimana pengelolaan data dan bukti pengenalan setiap pegawai.
d. Bagaimana keberlanjutan peningkatan program untuk mencapai kepuasan pegawai.
(5). Kepuasan Pegawai
a. Seberapa jauh program pengembangan pelayanan kepada pegawai;
b. Bagaimana system penilaian & evaluasi kepuasan pegawai;
c. Bagaimana kelengkapan data dalam peningkatan dan pelayanan pegawai.
Dengan demikian, human capital, bukanlah memposisikan manusia sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia sama dengan mesin, sebagaimana teori human capital terdahulu. Namun setelah teori ini semakin meluas, maka human capital justru bisa membantu pengambil keputusan untuk memfokuskan pembangunan manusia dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan (termasuk pelatihan) dalam rangka peningkatan mutu organisasi sebagi bagian pembangunan bangsa. Penanganan SDM sebagai human capital menunjukkan bahwa hasil dari investasi non fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi berupa pembangunan fisik.
Islam sebagai sebuah way of life, mengajarkan dan mengatur bagaimana menempatkan SDM pada sebuah syirkah (perusahaan). Islam sangat peduli terhadap hukum perlindungan hak-hak dan kewajiban mutualistik antara pekerja dengan yang mempekerjakan. Etika kerja dalam Islam mengharuskan, bahwa gaji dan bayaran serta spesifikasi dari sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan harus jelas dan telah disetujui pada saat adanya kesepakatan awal, dan pembayaran telah dilakukan pada saat pekerjaan itu telah selesai tanpa ada sedikitpun penundaan dan pengurangan. 
Para pekerja juga mempunyai kewajiban untuk mengerjakan pekerjaannya secara benar, effektif, dan effisien. Al Quran mengakui adanya perbedaan upah di antara pekerja atas dasar kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah Al Ahqaaf ayat 19, Surah Al Najm ayat 39-41. Sungguh sangat menarik apa yang ada dalam Al Quran yang tidak membedakan perempuan dengan laki-laki dalam tataran dan posisi yang sama untuk masalah kerja dan upah yang mereka terima, sebagaimana yang terungkap dalam Surah Ali-Imran ayat 195.
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."(QS.Al-Imran:195)
Islam juga menganjurkan, untuk melakukan tugas-tugas dan pekerjaan tanpa ada penyelewelengan dan kelalaian, dan bekerja secara efisien dan penuh kompentensi. Ketekunan dan ketabahan dalam bekerja dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai nilai terhormat. Suatu pekerjaan kecil yang dilakukan secara konstan dan professional lebih baik dari sebuah pekerjaan besar yang dilakukan dengan cara musiman dan tidak professional. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasullulah yang berbunyi ”Sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang dilakukan penuh ketekunan walaupun sedikit demi sedikit.”(H.R. Tirmidzi). 
Kompentensi dan kejujuran adalah dua sifat yang membuat seseorang dianggap sebagai pekerja unggulan sebagaimana yang dinyatakan dalam Surah Al Qashash ayat 26.
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".(QS.Al-Qashas:26).
 Standard Al Quran untuk kepatutan sebuah pekerjaan adalah berdasarkan pada keahlian dan kompetensi seseorang dalam bidangnya. Ini merupakan hal penting, karena tanpa adanya kompentensi dan kejujuran, maka bisa dipastikan tidak akan lahir efisiensi dari seseorang. Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi manajemen sebuah organisasi (perusahaan) untuk menempatkan seseorang sesuai dengan kompetensinya.
Berdasarkan ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan, bahwa Islam mengajarkan SDM dalam sebuah perusahaan merupakan salah satu capital bukan sebagai cost unit. Dengan demikian, penanganan SDM sebagai human capital, bukanlah sesuatu yang baru dalam aktivitas ekonomi Islami.
u Menanamkan jiwa Jujur, Tulus Hati, dan Benar
Al-Qur’an memerintahkan pada manusia untuk jujur, tulus/ikhlas dan benar dalam semua perjalanan hidupnya, dan ini sangat dituntut dalam bidang bisnis. Pada saat penipuan tipu daya dikutuk dan dilarang, kejujuran tidak hanya diperintahkan, ia dinyatakan sebagai keharusan yang mutlak dan absolute. Sesekali kejujuran diseberangkan/diaposisikan dengan hipokrasi (kemunafikan) disamping ayat-ayat yang ada didalam Al-Qur’an yang memerintahkan kejujuran dan tulus hati ini, disana juga masih banyak hadist yang memerintahkan agar manusia berlaku jujur dan tulus hati. 
Islam juga memerintahkan setiap Muslim untuk jujur, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Bentuk niat dari sebuah pekerjaan akan sangat menentukan takaran keikhlasan seseorang. Islam memerintahkan semua transaksi bisnis secara jujur, tidak akan memberikan koridor dan ruang penipuan, kebohongan dan eksploitasi dalam segala bentuknya. Perintah ini mengharuskan setiap pelaku bisnis untuk secara ketat berlaku adil dan lurus dalam semua dealing dan transaksi bisnisnya. Barang siapa yang tidak melakukan perintah Al-Qur`an yang demikian dan terlibat dalam penipuan, kebohongan dan eksploitasi mereka diancam dengan hukuman yang sangat berat.
u Effisien dan Kompeten
Islam menganjurkan pada kaum Muslimin untuk melakukan tugas-tugas dan pekerjaannya dengan tanpa penyelewengan dan kelalaian. Ia hendaknya melakukan tugas-tugas dengan cara yang seeffisien mungkin dan penuh kompetensi. Ketabahan dalam bekerja dianggap sebagai sesuatu yang memiliki nilai terhormat. Satu pekerjaan kecil yang dilakukan dengan cara konstan dan profesional lebih baik dari sebuah pekerjaan besar yang dilakukan dengan cara musiman dan tidak profesional. Kompetensi dan kejujuran adalah dua sifat yang membuat seseorang yang dianggap sebagai pekerja yang jempolan.
Al-Qur`an memerintahkan manusia untuk menguasai alam ini dan mempergunakan sumber-sumber kekayaannya. Al-Qur`an menyuruh manusia untuk menguasai lautan dan mempergunakan sebagai sarana navigasi, untuk mencari makanan-makan dari laut, untuk mencari mutiara-mutiara yang bisa dipergunakan untuk kepentingan mereka. Al-Qur`an juga memerintahkan manusia untuk mengolah besi, untuk membangun industri-industri berat atau untuk membangun rumah besar dan seterusnya. 
Karena tidak ada satupun pekerjaan dan tugas yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan cara yang efisien dan kompeten, maka otomatis peningkatan kualitas-kualitas dalam masalah ini dengan sendirinya merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa dielakkan. Inilah sebabnya mengapa Al-Qur`an menyuruh setiap Muslim menjadi seseorang yang melakukan segala sesuatu dengan efisien dan kompeten.



BAB II
Kerja, Gaji dan Bayaran.
Etika kerja dalam Islam mengharuskan bahwasanya gaji dan bayaran serta spesifikasi dari sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan hendaknya jelas disetujui pada saat mengadakan kesepakatan awal . ini juga mengharuskan bahwa gaji yang telah ditentukan, dan juga bayaran-bayaran yang lain yang hendaknya dibayarkan pada saat pekerjaan itu telah selesai tanpa ada sedikitpun penundaan dan pengurangan. Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan diantara para pekerja atas dasar kwalitas dan kwantitas kerja yang dilakukan. Ini memberikan bukti bahwa gaji yang didapat oleh para pekerja tidak harus sama rata.
Islam telah menetapkan hukum untuk perlindungan hak-hak dan kewajiban mutualistik antara para pekerja dan yang memperkerjakan. Sesuai dengan etika kerja dalam islam, seorang pekerja haruslah berlaku adil dan jujur terhadap apa yang menjadi tugas dan kerjanya. Orang yang mempekerjakan orang lain, yang berusaha melakukan penundaan atau melakukan kesewenang-wenangan pada mereka, maka dalam pandangan Al-Qur’an, dianggap sebagai dosa besar dan berhak mendapatkan siksaan. Al-Qur’an memerintahkan bahwa gaji hendaknya ditentukan atas dasar konsultasi dan kesepakatan. Al-Qur’an memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menjaga amanah dan tanggung jawab yang dibebankan pada dirinya.
Pekerja yang paling baik adalah orang yang melakukan pekerjaannya dengan penuh efisien yang benar. Setiap orang harus bertanggung jawab ini juga berlaku bagi sebuah pekerjaan yang dia emban, apapun bentuk pekerjaan itu.
Seseorang yang bekerja untuk orang lain, baik perusahaan ataupun institusi, telah Allah perintahkan untuk melakukan pekerjaannya dengan cara yang seefisien dan sebaik mungkin. Pekerjaan yang diberikan seseorang pada dirinya adalah sebagai amanah, penerimaaan kerja itu hendaknya dengan cara yang amanah, dan kemudian dia harus memenuhi amanah itu dengan sebaik-baiknya. Yusuf Musa mengutip sabda Rasulullah,”Setiap orang dari kalian adalah pemimpin, dan mereka akan dimintai pertanggung jawabannya,” ia berkata bahwa ini juga meliputi setiap pekerja karena “Tanggung jawabnya” adalah pekerjaan yang dibebankan pada dirinya didalam Al-Qur’an dan hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah termasuk didalamnya masalah pekerjaan seseorang ataupun sebuah tanggung jawab, sebagaimana antonym dari kata amanah yaitu khiyanah di dalamnya mencakup semua bentuk pengingkarandan tidak dipenuhi tanggung jawab seseorang terhadap amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
u Seleksi Berdasarkan Keahlian
Standar Al-Qur`an untuk kepatutan sebuah pekerjaan adalah berdasarkan pada keahlian dan kekompetanan seseorang dalam bidang tertentu. Ini penting untuk ditekankan, karena tanpa adanya prasyarat kompetensi dan kejujuran maka bisa dipastikan tidak akan lahir efisiensi dari seseorang. Abdul Hadi menekankan bahwasannya Al-Qawi (kuat dan efisien) bisa dilihat pada surat 28:26 memberikan gambaran bahwa prioritas pemilihan seseorang pekerja hendaknya didasarkan bahwasannya seseorang melebihi yang lain dalam kapasitasnya, baik secara fisik maupun mental, untuk memangku pekerjaan yang disediakan.
Disamping adanya ayat-ayat Al-Qur`an, banyak hadits Rasulullah yang memerintahkan pada orang-orang yang beriman untuk melihat keahlian dan kompetensi sebagai kriteria utama untuk menetapkan pekerjaan dalam sebuah tugas publik. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi pemilik otoritas untuk melakukan investigasi sebelum ia menentukan seseorang dalam jabatan publik tertentu, terutama sekali dalam posisi kunci mengambil keputusan. Rasullullah sendiri merasa perlu melakukan interview dengan Muadz bin Jabal untuk melihat kapasitas dan kompetensinya sebelum dia ditunjuk menjadi seorang hakim (qadhi) di Yaman.

BAB III
Contoh di lapangan
beserta Analisanya

Pada makalah ini saya mencoba untuk mengambil contoh dari Perguruan tinggi yang memasukkan kurikulum program pendidikan informatika atau ilmu komputer.Kendala yang dihadapi untuk perguruan tinggi Program pendidikan informatika atau ilmu komputer saat ini adalah penyiapan Sumber Daya Manusia sebagai pengajar dan pendidik dibidang Informatika. sebagaimana kita ketahui bahwa Permintaan akan tenaga lulusan Informatika sedemikian tinggi, sehingga Perguruan Tinggi harus bersaing dengan industri untuk mendapatkan tenaga pengajar, karena Ilmu Informatika adalah ilmu yang sedang berkembang, dan sekaligus dipakai di perusahaan-perusahaan. Pemakaian komputer yang makin merambah berbagai bidang mendorong makin berkembangnya informatika.Informatika telah melahirkan berbagai tingkatan profesi yang semakin menuntut spesialisasi khususnya dalam bidang  perangkat lunak.
·        Analisa dilapangan
           Saat  ini  persoalan  sumberdaya  manusia  menjadi  lebih  banyak disebabkan oleh  tantangan bisnis  yang dihadapi perusahaan. Pendidikan di Indonesia telah mencoba untuk menjawab tuntutan kebutuhan tenaga profesional di bidang Informatika dengan adanya program studi Diploma, Strata-1 dan Strata-2.
           Kerja sama dengan pihak industri dan yang membutuhkan lulusan universitas layak untuk digalang, agar universitas dan industri saling mengisi dalam rangka menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan.
         Saya mendapat informasi dari berbagai sumber bacaan yang saya baca ,bahwa Kurikulum S1 saat ini di Indonesia untuk Program  Studi Ilmu Komputer atau Informatika dirancang dengan beban 144 sks dan komposisi sebagai berikut :
Ø  Mata kuliah dasar umum               30 %
Ø  Mata kuliah dasar keahlian           30 %
Ø  Mata kuliah keahlian                     34 %
Ø  Kerja Praktek dan Tugas Akhir    6 %

Dari pandangan yang saya pahami di atas bahwa Mata kuliah dasar keahlian dan mata kuliah keahlian hanya mampu untuk membekali mahasiswa dengan keahlian Informatika secara umum saja . Di antara mata kuliah keahlian termasuk di dalamnya adalah 15 % untuk mata kuliah pilihan. Sebenarnya mata kuliah pilihan ini menentukan bidang spesialisasi mahasiswa yang ditekuninya dengan mengerjakan Tugas Akhir dan Skripsi . Melihat kecilnya porsi dari mata kuliah pilihan itu, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pendidikan S1 Informatika saat ini adalah hanya membentuk tenaga siap latih, dan belum siap pakai secara 100 % untuk bidang tertentu. Selain itu, pendidikan Informatika harus berkejar-kejaran dengan kemajuan tools (perangkat keras dan perangkat lunak) yang selalu baru. Kurikulum pada hakekatnya hanya boleh berubah setiap lima tahun. Maka kurikulum harus dibuat umum.
Tujuan pendidikan S1 tersebut untuk dapat menghasilkan lulusan dengan kemampuan dalam bidang :
1.      Perangkat Lunak sesuai dengan peran yang lebih spesifik misalnya : anggota tim perangcang program dan pemrograman, penguji perangkat lunak atau software tester, perancang basis data atau database engineer, software configuration manager, dan sebagainya.
2.      Perangkat Keras (perancang sistem komunikasi data atau data communicaton engineer dan sebagainya)
3.      Jaringan Komputer (perancang sistem jaringan komputer atau network engineer dan sebagainya)

Keterbatasan S1 adalah singkatnya waktu (sks) yang disediakan untuk mendapatkan ijasah Sarjana. Karena itu tidak mungkin bahwa lulusan S1 akan merupakan tenaga siap pakai. Solusi yang dipilih oleh Jurusan teknik Informatika adalah dengan memberikan bekal berupa pengetahuan dasar yang siap dipraktekkan di tempat kerja. Inipun hanya sempat untuk Rekayasa Perangkat Lunak dan tidak akan mampu untuk penguasaan akan materi ilmu sosial yang akan dikomputerisasi (misalnya perbankan, industri kimia, industri telekomunikasi dan sebagainya).
Dalam kegiatan belajar mengajar, karena Informatika tergolong ilmu yang unik maka seorang "programmer"  yang baik belum tentu mampu menjadi pengajar pemrograman. Demikian pula seorang pengajar mata kuliah Compiler akan sangat sulit mengajarkan mata kuliah (ataupun kalau berhasil sulit dimengerti mahasiswanya) jika tidak pernah "menulis/membuat" compiler walau dalam skala kecil.

Dosen juga perlu meneliti dan mengikuti hasil penelitian di negara maju, supaya kita tidak hanya sebagai konsumen teknologi, namun juga dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam bidang Informatika.
Persiapan tenaga pengajar yang handal memakan waktu yang lama. Sebagai catatan, Jurusan Teknik Informatika ITB mengirimkan staffnya ke luar negeri pada tahun 1974 untuk memulai program pendidikan pada tahun 1981. Mungkin pada saat itu persiapan lebih lama karena pada saat ITB mulai mengirimkan stafnya ke luar negeri belum ada program pendidikan Informatika di dalam negeri. Tersedianya program pendidikan yang baik di dalam negeri akan mempercepat pembentukan tenaga pengajar program Informatika.

DAFTAR PUSTAKA
Usman,Sunyoto, Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat,Penerbit:Pustaka Pelajar ,Cet.V, Yogyakarta,Juli 2008
Arsjad Anwar,Mohammad,Sumber daya,teknologi,dan pembangunan,Penerbit:PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta 1995
Informasi singkat tentang Jurusan Teknik Informatika (Program Studi Sarjana dan Megister), FTI-ITB, Maret 1997.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar