Senin, 15 Juli 2019

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam


Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Ekonomi Islam yang dikenal juga dengan Ekonomi Syariah tentunya adalah suatu yang wajib untuk dilaksanakan bagi seluruh umat islam di dunia. Hubungan ekonomi syariah tentunya berkaitan erat dengan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Untuk itu, berikut adalah hal-hal yang menjadi dasar atau prinsip hukum ekonomi syariah dalam Al-Quran.

1. Transaksi Ekonomi yang Berbasis Sosial dan Spiritual

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS An-Nuur : 56)

Ekonomi syariah selalu menengakkan transaksinya berdasarkan spirit spiritual dan sosial masyarakat. Masalah ini berkaitan dengan aturan zakat dalam islam. Orang-orang yang memiliki harta lebih harus memberikan sebagian hartanya untuk dapat diberikan kepada fakir miskin.

Aturan ini tidak terlepas dari aturan shalat. Untuk itu masalah ekonomi pun berhubungan sekali dengan masalah spiritual. Artinya dalam spirit ekonomi syariah, masalah muammalah atau hubungan dengan sesama manusia tidak pernah bisa lepas dari masalah hubungan dengan ketuhanan.
Orang-orang yang mendirikan zakat harus mendirikan shalat. Orang-orang yang menyembah Allah harus memuliakan dan mensejahterakan manusia. Begitupun dengan orang-orang yang memuliakan manusia tidak cukup namun harus juga menyembah Allah.

2. Menjauhi Riba

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Ali Imran : 130)

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa riba adalah suatu yang haram dalam islam bahkan Allah memberikan sanksi ahli neraka jika riba tersebut ditegakkan. Untuk itu, perlu dipahami bahwa riba adalah kejahatan yang sangat tinggi. Riba dapat mencekik fakir miskin. Bahkan riba seperti membunuh pelan-pelan dan membuat orang lain terzalimi. Untuk itu, dalam islam riba menjadi larangan dan suatu yang diharamkan. Riba tidak menguntungkan sama sekali, menzalimi fakir miskin dan orang tak punya.

Selain itu, efek dari riba adalah semakin banyaknya kemiskinan bagi yang terjerat riba. Umat islam sudah seharusnya berpikir bahwa ketika semakin banyak orang miskin, maka semakin sedikit pula orang-orang yang mampu. Walaupun mereka seorang bangsawan sekalipun, ketika tidak ada yang mampu membeli barang ekonominya, maka sama saja ia pun akan merugi.

Untuk itu, islam mengajarkan agar tidak egois atau individualis melainkan memikirkan bagaimana kesejahteraan dan kemakmuran manusia bisa dirasakan bersama.

3. Tidak Bergantung Pada Peruntungan (Judi)

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (QS Al-Baqarah : 219)

Islam melarang untuk bergantung ekonomi pada peruntungan. Peruntungan hal ini adalah seperti judi. Hal ini dilarang islam karena judi memiliki ketidakjelasan. Sedangkan mengadu nasib pada suatu yang tidak jelas atau tidak pasti dilarang oleh islam, apalagi hanya berdasarkan peluang dan tanpa ada ikhtiar atau usaha.
Judi itu sendiri efeknya membuat harta tidak bergerak. Manusia yang mengandalkan hidupnya dari judi membuat ia bergantung pada harta yang itu-itu saja. Allah sendiri memberikan perintah pada manusia untuk mencari karunia dan rezeki Allah di muka bumi, agar bisa diolah, dikembangkan, dan dikelola sehingga semakin tergali dan terpotensikan lah apa yang ada di muka bumi.

4. Pelarangan Gharar

Gharar adalah suatu yang tidak jelas atau suatu yang samar. Artinya, ketika bertransaksi ekonomi maka harus dipastikan terlebih dahulu jenis, jumlah, kualitas, keadaan barang atau produk ekonominya agar tidak ada yang saling dirugikan. Itulah islam mengajarkan agar transaksi ekonomi selalu disertai oleh akad dan perjanjian yang jelas dan pasti. Dalam hal ini ekonomi syariah selalu mengedapankan hal tersebut, agar tidak ada yang merasa terzalimi kemudian harinya.

5. Prinsip Akuntable

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.” (QS Al Baqarah : 282)

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Transaksi ekonomi apapun itu haruslah tercatat dan terekam secara jelas. Hal ini untuk menghindari kelupaan, konflik dan pihak yang semena mena terhadap-nya. Dalam masalah ini ilmu akuntansi yang berkembang tentu sangat berkaitan erat dengan hal ini.

Ekonomi syariah adalah ekonomi yang terbuka dna transaparant. Sehingga, di kemudian hari walaupun terjadi masalah akan jelas dan tidak akan ada saling menuduh karena masalah transaksi yang tidak tercatat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar