Selasa, 06 Agustus 2019

Gugatan sederhana atau Small Claim Court di Pengadilan Agama


Gugatan sederhana atau Small Claim Court menurut Baldwin3 merupakan suatu pengadilan yang bersifat informal, sederhana dan biaya murah serta mempunyai kekuatan hukum. Small Claim Court ada untuk pengadilan yang menyediakan formalitas bagi masyarakat yang ingin menuntut sejumlah uang tanpa harus menyewa seorang pengacara dan materi gugatannya tidak besar, selain itu pemeriksaan perkaranya yang tidak rumit dan bersifat sederhana yang tidak membutuhkan uang yang banyak seperti mengajukan perkara ke pengadilan umum.
Small claim court dapat menyelesaikan perkara gugatan dengan waktu yang cepat, murah dan menghindari proses berperkara yang kompleks dan formal. Small Claim Court merupakan suatu lembaga hukum yang dimaksudkan untuk memberikan solusi yang cepat dan ekonomis untuk menyelesaikan sengketa yang tidak membutuhkan biaya yang mahal. Small Claim Court juga diartikan sebagai “Pengadilan Rakyat” atau pengadilan consiliasi bagi masyarakat yang sangat membutuhkan suatu lembaga penyelesaian sengketa yang tidak memerlukan biaya tinggi dan dilakukan dengan proses yang cepat.

Dalam Pasal 1 angka 1 PERMA Nomor 2 Tahun 2015 disebutkan Penyelesaian Gugatan Sederhana diartikan sebagai tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)5 yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Selain ketentuan mengenai besarnya nilai gugatan tentunya ada syarat-syarat lain untuk sebuah perkara dapat diselesaikan melalui small claim court.
Untuk mengetahui karakteristik gugatan sederhana jika dibandingkan dengan gugatan biasa adalah sebagai berikut:
1.       Pendaftaran gugatan sederhana diajukan secara lisan atau tertulis dalam bentuk cetak/elektronik dan cukup mengisi blangko gugatan yang disediakan oleh kepaniteraan (Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 4 Perma No.14/2016 jo. Pasal 6 ayat 3 Perma No. 2/2015 jis. SE Ditjen Badilag No. 1/2017 Form model L.1).
Ø  Gugatan biasa diajukan secara lisan atau tertulis dalam bentuk cetak atau elektronik tapi tidak dalam bentuk blanko gugatan melainkan berbentuk surat gugatan yang memenuhi syarat formil (Pasal 118 HIR/142 RBg, 120 HIR/143 RBg)
2.       Peran Kepaniteraan dalam gugatan sederhana Meja I melakukan seleksi awal terhadap substansi dan kelengkapan syarat gugatan sederhana (Pasal 7 ayat 1,2 Perma No. 2/2015).
Ø  Dalam gugatan biasa Meja I Tidak memeriksa substansi gugatan, hanya menerima surat gugatan saja. (Buku II, 2013)
3.       Pencatatan gugatan sederhana, dicatat dalam Buku Register Khusus gugatan sederhana (Pasal 7 ayat 3 Perma No. 2/2015, SE Ditjen badilag No. 1/2017).
Ø  Dalam gugatan biasa menyatu dengan buku induk register perkara gugatan tidak terbuat secara terpisah. Buku Register Perkara Ekonomi Syariah (RI-PA 12) berfungsi sekedar buku bantu saja (Buku II, 2013)
4.       Nilai Materiil gugatan sederhana paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam perkara cidera janji (wanprestasi) dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), dengan mengecualikan perkara yang diselesaikan pengadilan khusus dan sengketa atas tanah (Pasal 3 ayat 2 Perma No. 14/2016 dan Pasal 3 ayat 1 dan 2 Perma No. 2/2015).
Ø  Gugatan biasa nilai materiilnya diatas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dalam sengketa keperdataan tanpa batasan.
5.       Jumlah pihak, dalam gugatan sederhana Penggugat dan Tergugat masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama (Pasal 4 ayat 1 Perma No. 2/2015) .
Ø  Gugatan biasa, Penggugat dan Tergugat boleh lebih dari satu termasuk adanya Turut Tergugat (Pasal 118 ayat (2) HIR/ Pasal 142 ayat (2) RBg, Putusan MA No. 261K/Sip/1973, Putusan MA No. 305K/Sip/1971)
6.       Domisili Para Pihak, dalam gugatan sederhana para pihak harus berdomisili di daerah hukum yang sama (Pasal 4 ayat 3 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa, para pihak tidak harus berdomisili di daerah hukum yang sama. (Pasal 118 HIR/142 RBg jo. SEMA No. 6/2014)
7.       Tempat Tinggal Tergugat, dalam gugatan sederhana tempat tinggal Tergugat harus diketahui secara jelas (Pasal 4 ayat 2 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa, Tergugat/Turut Tergugat bisa diketahui ataupun tidak diketahui (ghaib). (Pasal 118 ayat 3 HIR/Pasal 142 ayat 3 RBg)
8.       Pengajuan alat bukti, dalam gugatan sederhana surat bukti harus diajukan bersamaan dengan pendaftaran gugatan atau dilampirkan dalam surat gugatan (Pasal 6 ayat 4 Perma 2/2015).
Ø  Dalam gugatan biasa, pengajuan alat bukti dilakukan dalam proses persidangan, setelah dalil/bantahan dalam tahapan jawab-menjawab selesai (Pasal 163 HIR/283 RBg)
9.       Hakim pemeriksa perkara, dalam gugatan sederhana diperiksa oleh Hakim Tunggal (Pasal 9 ayat 1 Perma No. 2/2015).
Ø  Dalam gugatan biasa, pemeriksa gugatan adalah Hakim Majelis (Pasal 11 ayat (1) UU No. 48/2009)
10.   Kehadiran Para Pihak dalam sidang, dalam gugatan sederhana Para pihak wajib menghadiri secara langsung dengan atau tanpa kuasa hukum. (Pasal 4 ayat 4 Perma No. 2/2015).
Ø  Dalam gugatan biasa apabila para pihak sudah memberikan kuasa, para pihak tidak harus hadir secara in person dan kuasa/advokat bebas mengeluarkan pendapat/pernyataan dalam membela perkara (Pasal 122 HIR/146 RBg), UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, SE Tuadadiltun MARI No. MA/Kumdil/8810/1987 tentang kuasa insidentil, Pasal 14 UU 18/2003);
11.   Pemeriksaan Pendahuluan (dismissal), dalam gugatan sederhana ada pemeriksaaan pendahuluan oleh hakim tunggal untuk menilai kualifikasi gugatan apakah termasuk gugatan sederhana atau tidak (Pasal 11 ayat 1,2,3,4 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa, tidak ada pemeriksaan pendahuluan, semua pemeriksaan dilakukan dalam proses persidangan
12.   Mediasi, Tidak ada dalam gugatan sederhana cukup dengan upaya perdamaian (Pasal 15 ayat 1, 2 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa ada mediasi, dan mediasi sifatnya imperatif (Perma No. 1/2016)
13.   Pemeriksaan Perkara dalam gugatan sederhana, jika perdamaian tidak tercapai pada hari sidang pertama, sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dan hanya jawaban Tergugat (Pasal 16 Perma No. 2/2015;  
Ø  Dalam gugatan biasa, jika perdamaian/proses mediasi tidak berhasil, sidang dilanjutkan selain pembacaan gugatan dan jawaban juga dapat diajukan tuntutan provisi, ekspesi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik dan kesimpulan.
14.   Tenggang waktu Penyelesaian Gugatan, gugatan sederhana harus selesai/diputus dalam waktu 25 hari sejak hari sidang pertama (Pasal 5 ayat 3 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa, perkara harus diputus pada pengadilan tingkat pertama dalam waktu 5 bulan (SEMA No. 2/2014)
15.   Upaya Hukum, Dalam gugatan sederhana setelah diputus oleh Hakim Tunggal, maka upaya hukumnya adalah mengajukan keberatan kepada ketua Pengadilan yang memutus perkara (Pasal 21 Perma No. 2/2015) dalam waktu 7 hari setelah putusan dibacakan/pemberitahuan isi putusan (Pasal 22 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa, jika perkara diputus verstek maka upaya hukumnya Verzet (14 hari setelah pembacaan putusan/PBT/8 hari setelah aanmaning), atau jika perkara diputus kontradiktur maka upaya hukumnya adalah banding, kasasi (14 hari setelah pembacaan putusan/PBT), dan Peninjauan Kembali (PK) dalam waktu 180 hari setelah putusan BHT
16.   Pemeriksaan permohonan keberatan dalam gugatan sederhana harus diputus dalam waktu 7 hari setelah Penetapan Majelis Hakim (PMH) oleh Ketua Pengadilan .
Ø  Dalam gugatan biasa, upaya hukum verzet dan banding penyelesaiannya sesuai SEMA No. 2 Tahun 2014 (5 bulan untuk tingkat pertama dan 3 bulan untuk tingkat banding)
17.   Pengadilan yang berwenang memeriksa, dalam gugatan sederhana yang memeriksa hanya Pengadilan Tingkat Pertama dan tidak ada upaya hukum lain, kecuali keberatan yang diajukan pada ketua pengadilan yang memutus perkara (Pasal 30 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam gugatan biasa yang memeriksa selain Pengadilan Tingkat Pertama, juga Pengadilan Tingkat Banding dan Mahkamah Agung (Kasasi dan PK)
18.   Pemberitahuan hak para pihak, dalam gugatan sederhana hakim wajib memberitahu adanya upaya hukum yaitu mengajukan keberatan (Pasal 19 ayat 2 Perma No. 2/2015) .
Ø  Dalam perkara biasa, Majelis Hakim tidak wajib memberitahu adanya upaya hukum setelah pembacaan putusan.
Pendaftaran Gugatan Sederhana:
Dalam hal gugatan sederhana penggugat dapat mengajukan perkaranya secara lisan atau tertulis dengan datang ke kepaniteraan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariyah, atau melalui pendaftaran elektronik. Penggugat cukup mengisi formulir atau blanko gugatan yang disediakan pengadilan. Isinya menguraikan identitas penggugat dan tergugat; penjelasan ringkas duduk perkara (posita); dan tuntutan penggugat (petitum). Selain itu, ketika mendaftarkan perkaranya, penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.
Pendaftaran perkara secara elektronik sesungguhnya bukan hal baru lagi di peradilan agama. Sejumlah pengadilan sudah menerapkannya, dengan beberapa varian. Namun, sejauh ini belum ada satupun regulasi yang mengaturnya. Perma No. 14/2016 menjadi regulasi pertama yang mengakomodasi kemungkinan pengajuan perkara dengan memanfaatkan internet di lingkungan peradilan agama. Demikian pula dalam hal pemanggilan lanjutan untuk menghadiri persidangan dapat memanfaatkan teknologi informasi. Jadi, mungkin saja, pada sidang ke-2 dan seterusnya, penggugat dan tergugat cukup dipanggil dengan menggunakan e-mail atau Whatsapp. Tentu, dari segi teknis yudisial dan administrasi, hal-hal semacam ini perlu pengaturan lebih lanjut.
Bukti-bukti surat dari penggugat, dalam gugatan sederhana, wajib dilampirkan pada surat gugatan pada saat mendaftarkan gugatan. Hal ini sejalan dengan konsep dasar small claim court, yang hanya membebankan penggugat untuk mengurai fakta hukum beserta bukti-buktinya, tanpa perlu pusing dengan urusan dasar hukum. Selain itu, keharusan menyediakan bukti-bukti saat pendaftaran bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih dini kepada tergugat untuk menyiapkan jawaban. Dengan begitu, pemeriksaan perkara gugatan sederhana bisa lebih hemat waktu.

Pemeriksaan Kelengkapan Gugatan Sederhana:
Setelah Penggugat mendaftarkan gugatan Panitera memeriksa kelengkapan gugatan berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (1) Perma No. 2/2015, dan selanjutnya Panitera akan melakukan salah satu tindakan dibawah ini, yaitu:
-       mendaftarkannya pada buku register khusus Gugatan Sederhana, jika gugatan memenuhi ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (3) Perma No. 2/2015; atau
-       mengembalikan gugatan kepada Penggugat, jika gugatan tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (2) Perma No. 2/2015.

Apabila kita menuangkan butir-butir Pasal 3 dan Pasal 4 Perma No. 2/2015 ke dalam bentuk check list, sekedar untuk mempermudah saja, maka akan muncul daftar pertanyaan sebagai berikut:
-       apakah nilai gugatan materilnya tidak lebih dari Rp. 200 juta?
-       apakah perkara yang bersangkutan merupakan sengketa mengenai wanprestasi atau perbuatan melawan hukam dan tidak memiliki pengadilan khusus?
-       apakah perkara yang bersangkutan bukan sengketa hak atas tanah?
-       apakah Penggugat dan/atau Tergugat berjumlah 1 (satu) orang? dalam hal Penggugat dan/atau Tergugat lebih dari 1 (satu) orang, apakah mereka memiliki kepentingan hukum yang sama?
-       apakah Tergugat diketahui tempat tinggalnya?
-       apakah Penggugat dan Tergugat berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama?
-       apakah Penggugat dan Tergugat menghadiri langsung setiap persidangan? dalam hal Penggugat dan/ atau Tergugat menunjuk Kuasa Hukum, apakah Penggugat dan Tergugat tetap menghadiri langsung setiap persidangan?

Apabila semua pertanyaan tersebut dicontreng “ya”, maka gugatan tersebut lolos untuk dicatat oleh Panitera ke dalam buku register khusus Gugatan Sederhana. Berdasarkan daftar pertanyaan tersebut, ada yang tidak biasa Panitera bertugas untuk memeriksa kelengkapan gugatan dan kesesuaiannya dengan persyaratan Pasal 3 dan Pasal 4 Perma No. 2/2015, karena bukan tugas dan kompetensi Panitera untuk memeriksa (memverifikasi) pertanyaan yang berkaitan tentang:
-       ada tidaknya kepentingan hukum yang sama, jika Penggugat dan/atau Tergugat lebih dari satu orang;
-       kehadiran para pihak dalam persidangan

Penunjukan Hakim dan Panitera Pengganti:
Setelah Panitera mencatatkan gugatan dalam buku register khusus Gugatan Sederhana, selanjutnya Ketua Pengadilan Agama menunjuk Hakim Tunggal yang telah bersertifikat ekonomi syariah dan Panitera Pengadilan menunjuk Panitera Pengganti untuk membantu Hakim memeriksa perkara (Pasal 9 Perma No.2/2015). Proses Pendaftaran gugatan sederhana, penunjukan Hakim dan Panitera Pengganti dilaksanakan Paling lambat 2 (dua) hari setelah perkara tersebut diterima di Kepaniteraan. Hakim dan Panitera Pengganti kemudian melakukan pemeriksaan pendahuluan apakah perkara yang didaftarkan tersebut masuk kategori pembuktian sederhana atau tidak.

Pemeriksaan Pendahuluan (dismissal):
Hakim yang ditunjuk selanjutnya melakukan pemeriksaan pendahuluan (dismissal) untuk menentukan apakah gugatan tersebut masuk dalam katagori gugatan sederhana atau gugatan biasa dengan berpedoman kepada ketentuan Pasal 3 dan 4 Perma No. 2/2015. Apabila Hakim berpendapat bahwa berkas gugatan penggugat bukanlah gugatan sederhana, maka hakim mengeluarkan penetapan bahwa gugatan sederhana tidak bisa dilanjutkan dengan acara pemeriksaan sederhana dan kemudian memerintahkan kepada panitera untuk mencoret dari nomer register perkara khusus gugatan sederhana (Pasal 11 Perma No.2/2015). Kemudian uang sisa panjar dikembalikan kepada penggugat. Atas penetapan Hakim tersebut tidak ada upaya hukum lagi yang bisa ditempuh oleh penggugat semisal banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, kecuali mengajukan kembali perkara dengan gugatan biasa atau dengan acara pemeriksaan perkara biasa.

Penetapan Hari Sidang dan Pemanggilan Para Pihak:
Apabila Hakim berpendapat perkara masuk dalam katagori gugatan sederhana, maka Hakim menetapkan hari sidang (PHS) pertama dan memerintahkan Jurusita/Jurusita Pengganti untuk memanggil para pihak (Pasal 12 Perma No. 2/2015). Tenggang waktu penyampaian panggilan kepada para pihak dengan hari sidang pertama paling lambat 2 (dua) hari kerja. Apabila dalam sidang pertama “Tergugat” tidak hadir, maka diperintahkan kepada Jurusita/JSP untuk memanggil yang kedua kalinya secara patut (Pasal 13 ayat (2) Perma No. 2/2015). Untuk pemanggilan ini dapat dilakukan secara elektronik jika disepakati oleh para pihak (Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) Perma No. 14/2016).

Pemeriksaan Sidang dan Perdamaian:
Pada persidangan pertama, apabila Penggugat tidak hadir setelah dipanggil secara patut, maka gugatan digugurkan. Apabila pada sidang pertama Tergugat tidak hadir, maka Tergugat dipanggil sekali lagi secara patut untuk sidang yang kedua, jika Tergugat tetap tidak hadir pada sidang kedua, maka perkara dapat diputus. Demikian pula jika pada sidang pertama Tergugat hadir, sedangkan pada sidang kedua Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka hakim memutus dengan acara contradictoir (Pasal 13 Perma No. 2/2015).
Apabila pada sidang pertama Penggugat dan Tergugat hadir, atau pada sidang kedua Penggugat hadir dan Tergugat juga hadir (setelah dipanggil yang kedua kalinya), maka hakim wajib mengusahakan perdamaian dengan tetap memperhatikan tenggang waktu penyelesaian perkara yaitu 25 hari kerja dan tidak ada proses mediasi (Pasal 15 ayat (1) dan (2) Perma No. 2/2015). Apabila tercapai perdamaian, maka hakim menjatuhkan putusan akta perdamaian yang secara yuridis mengikat para pihak dan tidak ada upaya hukum apapun (inkracht). Apabila perdamaian itu dilakukan diluar siding pengadilan, maka harus dilaporkan kepada hakim, jika tidak dilaporkan, maka hakim tidak terikat dengan perdamaian tersebut.

Pembuktian:
Apabila pada sidang pertama tidak tercapai perdamian, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan Penggugat dan setelah itu diteruskan dengan jawaban Tergugat. Dalam hal ini Tergugat tidak dapat mengajukan eksepsi, tuntutan provisi maupun gugat rekonvensi. Demikian pula Penggugat tidak ada hak untuk mengajukan replik sehingga Tergugatpun tidak ada hak untuk mengajukan duplik dan pula para pihak tidak ada hak mengajukan kesimpulan. Intervensi dari pihak ketiga juga tidak dapat dibenarkan dalam gugatan sederhana (Pasal 16 dan 17 Perma No. 2/2015). Hal ini semata-mata untuk menyederhanakan proses persidangan agar lebih cepat dan sederhana.
Setelah jawaban disampaikan, dilanjutkan dengan pembuktian dari masing-masing pihak. Apabila dalil gugat telah diakui pihak lawan, maka tidak perlu dibuktikan lagi, sedangkan dalil yang dibantah pihak lawan, maka harus dituruti acara pembuktian sesuai hukum acara perdata (Pasal 18 Perma No. 2/2015). Untuk bukti secara elektronik dapat berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan pada akhirnya Hakim menjatuhkan putusan.
Dalam acara pemeriksaan ini hakim dituntut aktif berperan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak dalam hal jawaban dan pembuktian serta upaya hukum (Pasal 14 Perma No. 2/2015).

Putusan:
Setelah proses pembuktian selesai, maka Hakim menjatuhkan putusan, dan putusan tersebut selain berdasarkan fakta dan alasan hukum, juga harus memuat prinsip-prinsip syariah yang dijadikan dasar untuk memutus (Pasal 5 Perma No. 14/2016). Putusan dalam gugatan sederhana tersebut tidak ada upaya hukum banding, kasasi dan Peninjauan Kembali, tetapi Hakim wajib memberitahu kepada para pihak akan adanya upaya hukum yang berupa mengajukan keberatan kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkaranya (Pasal 14 dan 21 dan 30 Perma No. 2/2015).
Apabila para pihak ingin meminta salinan putusan, maka dalam waktu 2 hari setelah putusan dibacakan harus sudah diterimakan kepada para pihak. Apabila waktu pembacaan putusan ada pihak yang tidak hadir, maka pengadilan harus memberitahukan isi putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam waktu 2 hari setelah putusan dibacakan Pasal 20 ayat (2) dan (3) Perma No.2/2015 jo. Pasal 6 ayat (2) dan (3) Perma No. 14/2016.

Upaya Hukum:
Upaya hukum dalam putusan gugatan sederhana adalah mengajukan keberatan kepada Ketua Pengadilan dengan akta yang ditanda tangani dihadapan Panitera pengadilan yang memutus perkara tersebut disertai memori keberatan dengan alasan-alasannya dalam waktu 7 hari setelah dibacakan putusan atau setelah 7 hari isi putusan itu diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir ketika putusan dibacakan.
Panitera memeriksa dan memproses berkas perkara permohonan keberatan, dengan memberitahukan kepada pihak lawan memori keberatan dan pihak lawan diberi kesempatan untuk mengajukan kontra memori keberatan dalam waktu 3 hari setelah pemberitahuan memori keberatan (Pasal 24 Perma No. 2/2015).
Setelah berkas permohonan keberatan dianggap lengkap oleh Panitera, maka satu hari setelah itu Ketua Pengadilan harus menunjuk majelis hakim (PMH) untuk memeriksa dan mengadili permohonan keberatan tersebut. Dan dalam waktu 7 hari setelah tanggal penetapan majelis hakim (PMH), maka Majelis Hakim yang ditunjuk sudah harus memutus permohonan keberatan tersebut. Apabila putusan terhadap permohonan keberatan telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim, maka putusan tersebut bersifat final dan binding sehingga putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak saat putusan dibacakan. Oleh karena itu, gugatan sederhana dalam putusannya Hakim perlu mempertimbangkan secara benar dan teliti, agar tercapai tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Selanjutnya dalam waktu 3 hari sejak putusan keberatan dibacakan, maka isi putusan harus sudah diberitahukan kepada para pihak oleh Jurusita/JSP (Pasal 25 s/d 30 Perma No. 2/2015).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar