Gugatan sederhana atau Small
Claim Court menurut Baldwin3 merupakan suatu pengadilan yang bersifat
informal, sederhana dan biaya murah serta mempunyai kekuatan hukum. Small
Claim Court ada untuk pengadilan yang menyediakan formalitas bagi
masyarakat yang ingin menuntut sejumlah uang tanpa harus menyewa seorang
pengacara dan materi gugatannya tidak besar, selain itu pemeriksaan perkaranya
yang tidak rumit dan bersifat sederhana yang tidak membutuhkan uang yang banyak
seperti mengajukan perkara ke pengadilan umum.
Small claim court dapat menyelesaikan perkara
gugatan dengan waktu yang cepat, murah dan menghindari proses berperkara yang
kompleks dan formal. Small Claim Court merupakan suatu lembaga hukum
yang dimaksudkan untuk memberikan solusi yang cepat dan ekonomis untuk
menyelesaikan sengketa yang tidak membutuhkan biaya yang mahal. Small Claim
Court juga diartikan sebagai “Pengadilan Rakyat” atau pengadilan consiliasi
bagi masyarakat yang sangat membutuhkan suatu lembaga penyelesaian sengketa
yang tidak memerlukan biaya tinggi dan dilakukan dengan proses yang cepat.
Dalam Pasal 1 angka 1 PERMA Nomor 2 Tahun 2015 disebutkan Penyelesaian
Gugatan Sederhana diartikan sebagai tata cara pemeriksaan di persidangan
terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)5 yang diselesaikan dengan tata cara
dan pembuktiannya sederhana. Selain ketentuan mengenai besarnya nilai gugatan
tentunya ada syarat-syarat lain untuk sebuah perkara dapat diselesaikan melalui
small claim court.
Untuk mengetahui
karakteristik gugatan sederhana jika dibandingkan dengan gugatan biasa adalah
sebagai berikut:
1.
Pendaftaran gugatan sederhana diajukan secara lisan atau tertulis dalam
bentuk cetak/elektronik dan cukup mengisi blangko gugatan yang disediakan oleh
kepaniteraan (Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 4 Perma No.14/2016 jo. Pasal 6 ayat 3
Perma No. 2/2015 jis. SE Ditjen Badilag No. 1/2017 Form model L.1).
Ø Gugatan biasa
diajukan secara lisan atau tertulis dalam bentuk cetak atau elektronik tapi
tidak dalam bentuk blanko gugatan melainkan berbentuk surat gugatan yang
memenuhi syarat formil (Pasal 118 HIR/142 RBg, 120 HIR/143 RBg)
2.
Peran Kepaniteraan dalam gugatan sederhana Meja I melakukan seleksi awal
terhadap substansi dan kelengkapan syarat gugatan sederhana (Pasal 7 ayat
1,2 Perma No. 2/2015).
Ø Dalam gugatan
biasa Meja I Tidak memeriksa substansi gugatan, hanya menerima surat gugatan
saja. (Buku II, 2013)
3.
Pencatatan gugatan sederhana, dicatat dalam Buku Register Khusus gugatan
sederhana (Pasal 7 ayat 3 Perma No. 2/2015, SE Ditjen badilag No. 1/2017).
Ø Dalam gugatan
biasa menyatu dengan buku induk register perkara gugatan tidak terbuat secara
terpisah. Buku Register Perkara Ekonomi Syariah (RI-PA 12) berfungsi sekedar
buku bantu saja (Buku II, 2013)
4.
Nilai Materiil gugatan sederhana paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dalam perkara cidera janji (wanprestasi) dan
Perbuatan Melawan Hukum (PMH), dengan mengecualikan perkara yang diselesaikan
pengadilan khusus dan sengketa atas tanah (Pasal 3 ayat 2 Perma No. 14/2016
dan Pasal 3 ayat 1 dan 2 Perma No. 2/2015).
Ø Gugatan biasa
nilai materiilnya diatas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dalam
sengketa keperdataan tanpa batasan.
5.
Jumlah pihak, dalam gugatan sederhana Penggugat dan Tergugat
masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum
yang sama (Pasal 4 ayat 1 Perma No. 2/2015) .
Ø Gugatan biasa,
Penggugat dan Tergugat boleh lebih dari satu termasuk adanya Turut Tergugat (Pasal
118 ayat (2) HIR/ Pasal 142 ayat (2) RBg, Putusan MA No. 261K/Sip/1973, Putusan
MA No. 305K/Sip/1971)
6.
Domisili Para Pihak, dalam gugatan sederhana para pihak harus
berdomisili di daerah hukum yang sama (Pasal 4 ayat 3 Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa, para pihak tidak harus berdomisili di daerah hukum yang sama. (Pasal
118 HIR/142 RBg jo. SEMA No. 6/2014)
7.
Tempat Tinggal Tergugat, dalam gugatan sederhana tempat tinggal Tergugat
harus diketahui secara jelas (Pasal 4 ayat 2 Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa, Tergugat/Turut Tergugat bisa diketahui ataupun tidak diketahui (ghaib). (Pasal
118 ayat 3 HIR/Pasal 142 ayat 3 RBg)
8.
Pengajuan alat bukti, dalam gugatan sederhana surat bukti harus diajukan
bersamaan dengan pendaftaran gugatan atau dilampirkan dalam surat gugatan (Pasal
6 ayat 4 Perma 2/2015).
Ø Dalam gugatan
biasa, pengajuan alat bukti dilakukan dalam proses persidangan, setelah
dalil/bantahan dalam tahapan jawab-menjawab selesai (Pasal 163 HIR/283 RBg)
9.
Hakim pemeriksa perkara, dalam gugatan sederhana diperiksa oleh Hakim
Tunggal (Pasal 9 ayat 1 Perma No. 2/2015).
Ø Dalam gugatan
biasa, pemeriksa gugatan adalah Hakim Majelis (Pasal 11 ayat (1) UU No.
48/2009)
10.
Kehadiran Para Pihak dalam sidang, dalam gugatan sederhana Para pihak
wajib menghadiri secara langsung dengan atau tanpa kuasa hukum. (Pasal 4
ayat 4 Perma No. 2/2015).
Ø Dalam gugatan
biasa apabila para pihak sudah memberikan kuasa, para pihak tidak harus hadir
secara in person dan kuasa/advokat bebas mengeluarkan pendapat/pernyataan dalam
membela perkara (Pasal 122 HIR/146 RBg), UU No. 18 Tahun 2003 Tentang
Advokat, SE Tuadadiltun MARI No. MA/Kumdil/8810/1987 tentang kuasa insidentil,
Pasal 14 UU 18/2003);
11.
Pemeriksaan Pendahuluan (dismissal), dalam gugatan sederhana ada
pemeriksaaan pendahuluan oleh hakim tunggal untuk menilai kualifikasi gugatan
apakah termasuk gugatan sederhana atau tidak (Pasal 11 ayat 1,2,3,4 Perma
No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa, tidak ada pemeriksaan pendahuluan, semua pemeriksaan dilakukan dalam
proses persidangan
12.
Mediasi, Tidak ada dalam gugatan sederhana cukup dengan upaya perdamaian
(Pasal 15 ayat 1, 2 Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa ada mediasi, dan mediasi sifatnya imperatif (Perma No. 1/2016)
13.
Pemeriksaan Perkara dalam gugatan sederhana, jika perdamaian tidak
tercapai pada hari sidang pertama, sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan
dan hanya jawaban Tergugat (Pasal 16 Perma No. 2/2015;
Ø Dalam gugatan
biasa, jika perdamaian/proses mediasi tidak berhasil, sidang dilanjutkan selain
pembacaan gugatan dan jawaban juga dapat diajukan tuntutan provisi, ekspesi,
rekonvensi, intervensi, replik, duplik dan kesimpulan.
14.
Tenggang waktu Penyelesaian Gugatan, gugatan sederhana harus
selesai/diputus dalam waktu 25 hari sejak hari sidang pertama (Pasal 5 ayat
3 Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa, perkara harus diputus pada pengadilan tingkat pertama dalam waktu 5
bulan (SEMA No. 2/2014)
15.
Upaya Hukum, Dalam gugatan sederhana setelah diputus oleh Hakim Tunggal,
maka upaya hukumnya adalah mengajukan keberatan kepada ketua Pengadilan yang
memutus perkara (Pasal 21 Perma No. 2/2015) dalam waktu 7 hari setelah
putusan dibacakan/pemberitahuan isi putusan (Pasal 22 Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa, jika perkara diputus verstek maka upaya hukumnya Verzet (14 hari setelah
pembacaan putusan/PBT/8 hari setelah aanmaning), atau jika perkara diputus
kontradiktur maka upaya hukumnya adalah banding, kasasi (14 hari setelah
pembacaan putusan/PBT), dan Peninjauan Kembali (PK) dalam waktu 180 hari
setelah putusan BHT
16.
Pemeriksaan permohonan keberatan dalam gugatan sederhana harus diputus
dalam waktu 7 hari setelah Penetapan Majelis Hakim (PMH) oleh Ketua Pengadilan
.
Ø Dalam gugatan
biasa, upaya hukum verzet dan banding penyelesaiannya sesuai SEMA No. 2 Tahun
2014 (5 bulan untuk tingkat pertama dan 3 bulan untuk tingkat banding)
17.
Pengadilan yang berwenang memeriksa, dalam gugatan sederhana yang
memeriksa hanya Pengadilan Tingkat Pertama dan tidak ada upaya hukum lain,
kecuali keberatan yang diajukan pada ketua pengadilan yang memutus perkara (Pasal
30 Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam gugatan
biasa yang memeriksa selain Pengadilan Tingkat Pertama, juga Pengadilan Tingkat
Banding dan Mahkamah Agung (Kasasi dan PK)
18.
Pemberitahuan hak para pihak, dalam gugatan sederhana hakim wajib
memberitahu adanya upaya hukum yaitu mengajukan keberatan (Pasal 19 ayat 2
Perma No. 2/2015) .
Ø Dalam perkara
biasa, Majelis Hakim tidak wajib memberitahu adanya upaya hukum setelah
pembacaan putusan.
Pendaftaran Gugatan
Sederhana:
Dalam hal
gugatan sederhana penggugat dapat mengajukan perkaranya secara lisan atau
tertulis dengan datang ke kepaniteraan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariyah, atau
melalui pendaftaran elektronik. Penggugat cukup mengisi formulir atau blanko
gugatan yang disediakan pengadilan. Isinya menguraikan identitas penggugat dan
tergugat; penjelasan ringkas duduk perkara (posita); dan tuntutan penggugat
(petitum). Selain itu, ketika mendaftarkan perkaranya, penggugat wajib
melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.
Pendaftaran
perkara secara elektronik sesungguhnya bukan hal baru lagi di peradilan agama.
Sejumlah pengadilan sudah menerapkannya, dengan beberapa varian. Namun, sejauh
ini belum ada satupun regulasi yang mengaturnya. Perma No. 14/2016 menjadi
regulasi pertama yang mengakomodasi kemungkinan pengajuan perkara dengan
memanfaatkan internet di lingkungan peradilan agama. Demikian pula dalam hal
pemanggilan lanjutan untuk menghadiri persidangan dapat memanfaatkan teknologi
informasi. Jadi, mungkin saja, pada sidang ke-2 dan seterusnya, penggugat dan
tergugat cukup dipanggil dengan menggunakan e-mail atau Whatsapp. Tentu, dari
segi teknis yudisial dan administrasi, hal-hal semacam ini perlu pengaturan
lebih lanjut.
Bukti-bukti
surat dari penggugat, dalam gugatan sederhana, wajib dilampirkan pada surat
gugatan pada saat mendaftarkan gugatan. Hal ini sejalan dengan konsep dasar small
claim court, yang hanya membebankan penggugat untuk mengurai fakta hukum
beserta bukti-buktinya, tanpa perlu pusing dengan urusan dasar hukum. Selain
itu, keharusan menyediakan bukti-bukti saat pendaftaran bertujuan untuk
memberikan kesempatan yang lebih dini kepada tergugat untuk menyiapkan jawaban.
Dengan begitu, pemeriksaan perkara gugatan sederhana bisa lebih hemat waktu.
Pemeriksaan
Kelengkapan Gugatan Sederhana:
Setelah
Penggugat mendaftarkan gugatan Panitera memeriksa kelengkapan gugatan
berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (1) Perma No.
2/2015, dan selanjutnya Panitera akan melakukan salah satu tindakan dibawah
ini, yaitu:
- mendaftarkannya
pada buku register khusus Gugatan Sederhana, jika gugatan memenuhi ketentuan
Pasal 3 dan Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (3) Perma No. 2/2015; atau
-
mengembalikan gugatan
kepada Penggugat, jika gugatan tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 dan
Pasal 7 ayat (2) Perma No. 2/2015.
Apabila kita
menuangkan butir-butir Pasal 3 dan Pasal 4 Perma No. 2/2015 ke dalam bentuk
check list, sekedar untuk mempermudah saja, maka akan muncul daftar pertanyaan
sebagai berikut:
- apakah
nilai gugatan materilnya tidak lebih dari Rp. 200 juta?
- apakah
perkara yang bersangkutan merupakan sengketa mengenai wanprestasi atau
perbuatan melawan hukam dan tidak memiliki pengadilan khusus?
- apakah
perkara yang bersangkutan bukan sengketa hak atas tanah?
- apakah
Penggugat dan/atau Tergugat berjumlah 1 (satu) orang? dalam hal Penggugat
dan/atau Tergugat lebih dari 1 (satu) orang, apakah mereka memiliki kepentingan
hukum yang sama?
- apakah
Tergugat diketahui tempat tinggalnya?
- apakah
Penggugat dan Tergugat berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama?
-
apakah Penggugat dan
Tergugat menghadiri langsung setiap persidangan? dalam hal Penggugat dan/ atau
Tergugat menunjuk Kuasa Hukum, apakah Penggugat dan Tergugat tetap menghadiri
langsung setiap persidangan?
Apabila semua
pertanyaan tersebut dicontreng “ya”, maka gugatan tersebut lolos untuk dicatat
oleh Panitera ke dalam buku register khusus Gugatan Sederhana. Berdasarkan
daftar pertanyaan tersebut, ada yang tidak biasa Panitera bertugas untuk
memeriksa kelengkapan gugatan dan kesesuaiannya dengan persyaratan Pasal 3 dan
Pasal 4 Perma No. 2/2015, karena bukan tugas dan kompetensi Panitera untuk
memeriksa (memverifikasi) pertanyaan yang berkaitan tentang:
- ada
tidaknya kepentingan hukum yang sama, jika Penggugat dan/atau Tergugat lebih
dari satu orang;
-
kehadiran para pihak dalam
persidangan
Penunjukan Hakim dan
Panitera Pengganti:
Setelah Panitera mencatatkan gugatan dalam
buku register khusus Gugatan Sederhana, selanjutnya Ketua Pengadilan Agama
menunjuk Hakim Tunggal yang telah bersertifikat
ekonomi syariah dan Panitera Pengadilan menunjuk Panitera
Pengganti untuk membantu Hakim memeriksa perkara (Pasal 9 Perma No.2/2015).
Proses Pendaftaran gugatan sederhana, penunjukan Hakim dan Panitera Pengganti
dilaksanakan Paling lambat 2 (dua) hari setelah perkara tersebut diterima di
Kepaniteraan. Hakim dan Panitera Pengganti kemudian melakukan pemeriksaan
pendahuluan apakah perkara yang didaftarkan tersebut masuk kategori pembuktian
sederhana atau tidak.
Pemeriksaan Pendahuluan
(dismissal):
Hakim yang ditunjuk selanjutnya melakukan
pemeriksaan pendahuluan (dismissal) untuk menentukan apakah gugatan tersebut
masuk dalam katagori gugatan sederhana atau gugatan biasa dengan berpedoman
kepada ketentuan Pasal 3 dan 4 Perma No. 2/2015. Apabila Hakim berpendapat
bahwa berkas gugatan penggugat bukanlah gugatan sederhana, maka hakim mengeluarkan
penetapan bahwa gugatan sederhana tidak bisa dilanjutkan dengan acara
pemeriksaan sederhana dan kemudian memerintahkan kepada panitera untuk mencoret
dari nomer register perkara khusus gugatan sederhana (Pasal 11 Perma
No.2/2015). Kemudian uang sisa panjar dikembalikan kepada penggugat. Atas
penetapan Hakim tersebut tidak ada upaya hukum lagi yang bisa ditempuh oleh
penggugat semisal banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, kecuali
mengajukan kembali perkara dengan gugatan biasa atau dengan acara pemeriksaan
perkara biasa.
Penetapan Hari Sidang dan
Pemanggilan Para Pihak:
Apabila Hakim berpendapat perkara masuk dalam
katagori gugatan sederhana, maka Hakim menetapkan hari sidang (PHS) pertama dan
memerintahkan Jurusita/Jurusita Pengganti untuk memanggil para pihak (Pasal 12
Perma No. 2/2015). Tenggang waktu penyampaian panggilan kepada para pihak
dengan hari sidang pertama paling lambat 2 (dua) hari kerja. Apabila dalam
sidang pertama “Tergugat” tidak hadir, maka diperintahkan kepada Jurusita/JSP
untuk memanggil yang kedua kalinya secara patut (Pasal 13 ayat (2) Perma No.
2/2015). Untuk pemanggilan ini dapat dilakukan secara
elektronik jika disepakati oleh para pihak (Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 ayat
(3) Perma No. 14/2016).
Pemeriksaan Sidang dan
Perdamaian:
Pada
persidangan pertama, apabila Penggugat tidak hadir setelah dipanggil secara
patut, maka gugatan digugurkan. Apabila pada sidang pertama Tergugat tidak
hadir, maka Tergugat dipanggil sekali lagi secara patut untuk sidang yang
kedua, jika Tergugat tetap tidak hadir pada sidang kedua, maka perkara dapat
diputus. Demikian pula jika pada sidang pertama Tergugat hadir, sedangkan pada
sidang kedua Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka hakim memutus
dengan acara contradictoir (Pasal 13 Perma No. 2/2015).
Apabila pada
sidang pertama Penggugat dan Tergugat hadir, atau pada sidang kedua Penggugat
hadir dan Tergugat juga hadir (setelah dipanggil yang kedua kalinya), maka
hakim wajib mengusahakan perdamaian dengan tetap memperhatikan tenggang waktu
penyelesaian perkara yaitu 25 hari kerja dan tidak ada proses mediasi (Pasal 15
ayat (1) dan (2) Perma No. 2/2015). Apabila tercapai perdamaian, maka hakim
menjatuhkan putusan akta perdamaian yang secara yuridis mengikat para pihak dan
tidak ada upaya hukum apapun (inkracht). Apabila perdamaian itu dilakukan
diluar siding pengadilan, maka harus dilaporkan kepada hakim, jika tidak
dilaporkan, maka hakim tidak terikat dengan perdamaian tersebut.
Pembuktian:
Apabila pada
sidang pertama tidak tercapai perdamian, maka sidang dilanjutkan dengan
pembacaan gugatan Penggugat dan setelah itu diteruskan dengan jawaban Tergugat.
Dalam hal ini Tergugat tidak dapat mengajukan eksepsi, tuntutan provisi maupun
gugat rekonvensi. Demikian pula Penggugat tidak ada hak untuk mengajukan replik
sehingga Tergugatpun tidak ada hak untuk mengajukan duplik dan pula para pihak
tidak ada hak mengajukan kesimpulan. Intervensi dari pihak ketiga juga tidak
dapat dibenarkan dalam gugatan sederhana (Pasal 16 dan 17 Perma No. 2/2015).
Hal ini semata-mata untuk menyederhanakan proses persidangan agar lebih cepat
dan sederhana.
Setelah jawaban
disampaikan, dilanjutkan dengan pembuktian dari masing-masing pihak. Apabila
dalil gugat telah diakui pihak lawan, maka tidak perlu dibuktikan lagi,
sedangkan dalil yang dibantah pihak lawan, maka harus dituruti acara pembuktian
sesuai hukum acara perdata (Pasal 18 Perma No. 2/2015). Untuk bukti secara
elektronik dapat berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan pada akhirnya Hakim menjatuhkan
putusan.
Dalam acara
pemeriksaan ini hakim dituntut aktif berperan untuk memberikan penjelasan
kepada para pihak dalam hal jawaban dan pembuktian serta upaya hukum (Pasal 14 Perma No. 2/2015).
Putusan:
Setelah proses
pembuktian selesai, maka Hakim menjatuhkan putusan, dan putusan
tersebut selain berdasarkan fakta dan alasan hukum, juga harus memuat
prinsip-prinsip syariah yang dijadikan dasar untuk memutus (Pasal 5 Perma No.
14/2016). Putusan dalam gugatan sederhana tersebut tidak ada upaya hukum
banding, kasasi dan Peninjauan Kembali, tetapi Hakim wajib memberitahu kepada
para pihak akan adanya upaya hukum yang berupa mengajukan keberatan kepada
Ketua Pengadilan yang memutus perkaranya (Pasal 14 dan 21 dan 30 Perma No.
2/2015).
Apabila para
pihak ingin meminta salinan putusan, maka dalam waktu 2 hari setelah putusan
dibacakan harus sudah diterimakan kepada para pihak. Apabila waktu pembacaan
putusan ada pihak yang tidak hadir, maka pengadilan harus memberitahukan isi
putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam waktu 2 hari setelah putusan
dibacakan Pasal 20 ayat (2) dan (3) Perma No.2/2015 jo. Pasal 6 ayat (2) dan
(3) Perma No. 14/2016.
Upaya Hukum:
Upaya hukum
dalam putusan gugatan sederhana adalah mengajukan keberatan kepada Ketua
Pengadilan dengan akta yang ditanda tangani dihadapan Panitera pengadilan yang
memutus perkara tersebut disertai memori keberatan dengan alasan-alasannya
dalam waktu 7 hari setelah dibacakan putusan atau setelah 7 hari isi putusan
itu diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir ketika putusan dibacakan.
Panitera
memeriksa dan memproses berkas perkara permohonan keberatan, dengan
memberitahukan kepada pihak lawan memori keberatan dan pihak lawan diberi
kesempatan untuk mengajukan kontra memori keberatan dalam waktu 3 hari setelah
pemberitahuan memori keberatan (Pasal 24 Perma No. 2/2015).
Setelah berkas permohonan keberatan dianggap lengkap
oleh Panitera, maka satu hari setelah itu Ketua Pengadilan harus menunjuk
majelis hakim (PMH) untuk memeriksa dan mengadili permohonan keberatan
tersebut. Dan dalam waktu 7 hari setelah tanggal penetapan majelis hakim (PMH),
maka Majelis Hakim yang ditunjuk sudah harus memutus permohonan keberatan
tersebut. Apabila putusan terhadap permohonan keberatan telah dijatuhkan oleh
Majelis Hakim, maka putusan tersebut bersifat final dan binding sehingga
putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak saat putusan
dibacakan. Oleh karena itu, gugatan sederhana dalam putusannya Hakim perlu
mempertimbangkan secara benar dan teliti, agar tercapai tujuan hukum yaitu
kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Selanjutnya dalam waktu 3 hari sejak putusan keberatan
dibacakan, maka isi putusan harus sudah diberitahukan kepada para pihak oleh
Jurusita/JSP (Pasal 25 s/d 30 Perma No. 2/2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar