Kamis, 12 Maret 2020

METODE PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH


METODE PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH
Oleh : M. Dihyah Wahid


A. PENDAHULUAN

Sebagaimana kita semua ketahui bahwa Islam adalah agama ilmu pengetahuan. Diturunkannya wahyu al-Qur’an secara bertahap adalah merupakan suatu proses 'ta’lim' kepada manusia di mana ayat-ayat Al-Qur’an telah memberi berbagai ilmu pengetahuan kepada manusia sedunia. Disamping didalamnya terkandung ilmu yang berkaitan dengan Akidah dan Syari’ah,  al-Quran juga mempunyai penjelasan dasar berkenaan berbagai-bagai ilmu sains termasuklah di dalamnya ilmu astronomi atau juga disebut ilmu falak. Di samping itu, kejadian fenomena alam oleh Allah s.w.t. di dalamnya terkandung kaidah sainstifik yang memerlukan kajian yang mendalam oleh manusia. Allah swt. senantiasa memerintahkan umatnya untuk berfikir dan mengkaji isi alam ini bukan hanya untuk kepentingan hidup mereka tetapi juga untuk menambahkan keimanan,  rasa keyakinan kepada Allah s.w.t.
Diantara fenomena alam yang menarik perhatian ummat sejak masa pra sejarah, hingga zaman modern sekarang ini adalah fenomena benda-benda langit. Diantara benda-benda  langit, Matahari dan Bulan merupakan   dua benda langit yang oleh Allah swt dijadikan patokan didalam menentukan bilangan tahun dan perhitungan.  Kedua benda langit tersebut oleh Allah swt diabadikan dalam al-Qur’an surat Yunus (10)  ayat 5 :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan- Nya manzilah-manzilah  (tempat-tempat)  bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui  bilangan  tahun  dan  perhitungan  (waktu).  Allah  tidak  menciptakan yang   demikian   itu   melainkan   dengan   hak.   Dia   menjelaskan   tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
Menurut  ayat  ini, dengan  mengamati  perjalanan  kedua  benda  tersebut   ummat Islam  dapat  menentukan    akan  datangnya  awal  tahun  dan  dengan  sendirinya    awal bulan,  awal  dan  akhir  waktu  shalat  serta  arah  kiblat,  dimana  ketiganya  terkait  erat dengan   praktek   ibadah   seorang   muslim   kepada   rabb-Nya.   Pengamatan   terhadap Matahari   berguna   untuk   menentukan   waktu   shalat   dan   arah   kiblat,   sedangkan pengamatan  terhadap Bulan (hilal) berguna  dalam menentukan  awal dan akhir bulan hijriyah terutama awal dan akhir bulan Ramadlan serta awal bulan Dzulhijjah.
Pada awalnya penetuan awal bulan qomariyah dilakukan dengan cara melakukan rukyat bilfi’li. Jika pada saat matahari terbenam diakhir bulan qomariyah (tanggal 29), hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan baru, sedangkan jika hilal tidak tampak, maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal terakhir  (tanggal 30) bulan yang sedang berjalan, atau dengan kata lain bulan yang sedang berjalan diistikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 (tiga puluh) hari.
Pengertian tersebut didasarkan  pada hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari- Muslim dari Ibnu Umar:
إذا رأيتموهُ فصُوموا وإذا رأَيتموهُ فأَفطروا، فإن غُمَّ عليكمْ فاقْدرُوا له" متّفقٌ عليه"
“Jika kamu sekalian melihat hilal, maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya maka berbukalah, jika keadaan mendung menghalangi pandanganmu, maka perkirakanlah  keadaan hilal” (HR. Muttafaq’alaih).  Dalam riwayat Muslim disebutkan فاقْدرُوا له ثلاثين “maka perkirakanlah bilangan bulan tiga puluh hari”, sementara dalam riwayat Bukhari disebutkan  فأَكْملوا العِدة ثلاثين “maka sempurnakanlah bilangan bulan 30 hari” (Subulus Salam Juz II h. 151-152).
Dari pengertian tersebut diatas  menunjukkan bahwa rukyat hanya dilakukan pada akhir bulan Sya’ban dalam rangka menentukan awal Ramadhan dan pada akhir bulan Ramadhan dalam rangka menentukan awal bulan Syawal. Namun dalam perkembangan selanjutnya, rukyatul hilal tidak hanya dilakukan pada  akhir bulan Sya’ban dan akhir bulan  Ramadhan saja, melainkan juga  pada bulan-bulan yang ada kaitannya dengan ibadah atau hari-hari besar Islam, seperti Dzulhijjah, Muharram, Rabiul Awwal dan Rajab.
Pelaksanaan rukyat yang dilakukan oleh masyarakat luas pada tanggal 29 Sya’ban dan 29 Ramadhan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penetapan awal bulan Sya’ban dan Ramadhan, walaupun para ulama berbeda pendapat tentang wajibnya pelaksanaan rukyat  pada dua bulan tersebut, namun mereka sepakat  bahwa laporan  telah melihat hilal yang dilakukan oleh saksi yang adil merupakan alat bukti untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dan Syawal. Jika hal itu terjadi maka kaum muslimin  seluruh negeri akan serempak melaksanakan ibadah puasa atau berhari raya yang  sama. Tidak ada alasan  bagi kaum muslimin untuk menolak penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal berdasarkan kesaksian tersebut. Dengan demikian maka kesatuan ummat Islam  dan kekompakan akan tetap terjamin.
Selain itu pelaksanaan rukyatpun mempunyai peran yang sangat besar dalam melakukan kontrol terhadap hasil hisab. Dari hasil pelaksanaan rukyat yang dilakukan secara terarah, teliti dan kontinyu kita dapat memperoleh kesimpulan sistem dan data perhitungan mana yang mendekati kebenaran dan dapat dijadikan pegangan, disamping itu kita dapat melatih keterampilan seta memperoleh pengalaman yang berharga dalam cara melaksanakan rukyatul hilal.
Dalam prakteknya, pelaksanaan rukyatul hilal tidak hanya  melihat hilal semata, namun juga kita banyak melakukan hal-hal lain yang sangat perlu dikuasai oleh seseorang yang akan melakukan observasi rukyatul hilal seperti mencocokan  waktu, menentukan arah geografis, melakukan pengukuran ketinggian  suatu benda langit melalui hisab awal bulan qomariyah dan lain sebagainya.
Melihat hilal itu sendiri adalah pekerjaan yang sangat sulit untuk dapat dilakukan. Hal ini  disebabkan umur bulan setelah ijtima’[3] masih sangat muda dan posisinya pun masih sangat dekat dengan matahari, sehingga sinar yang dipantulkannya masih sangat kecil dan warnanyapun  tidak begitu kontras dengan warna langit yang melatar belakanginya. Oleh karena itu sangat jarang sekali orang dapat berhasil melihat hilal tanggal satu.
Keberhasilan orang dalam melihat hilal tanggal satu pada umumnya karena  telah terlatih alat inderanya dan terarahnya pandangan  dengan tepat ke posisi hilal itu sendiri. Adapun alat optik dalam hal ini hanya merupakan alat bantu belaka. Untuk berhasilnya suatu proses rukyatul hilal maka terlebih dahulu harus diadakan perhitungan awal bulan qomariyah melalui sistem hisab yang akurat.
Dengan demikian secara garis besar bahwa penentuan awal bulan qomariyah, terbagi kepada dua metode, yaitu metode rukyat dan metode hisab. Dimana kedua metode tersebut pada akhirnya merupakan hasil dari sebuah ijtihad dari para pelaksana kedua metode tersebut, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat saling mengklaim atas kebenaran secara mutlak, sebagaimana kaidah mengatakan  الاجتهاد لاينقض بالاجتهاداhasil suatu ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad yang lain”.

B. PENGERTIAN HISAB

Kata  hisab berasal  dari bahasa  Arab dari kata  alhisab”  yang secara  harfiah berarti perhitungan atau pemeriksaan. Dalam al-Qur’an kata hisab banyak disebut dan secara umum dipakai dalam arti perhitungan seperti firman Allah dalam  al-Qur’an surat al-Mukmin (40) ayat  17:
الْيَوْمَ تُجْزَي كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لاَظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan  pada hari ini. Sesungguhnya  Allah amat cepat perhitungan (pemeriksaan) –Nya .
Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk  memperkirakan  posisi  Matahari  dan  Bulan  terhadap  Bumi (Ardh).  Posisi  Matahari menjadi  penting  karena  menjadi  patokan  umat  Islam  dalam  menentukan  masuknya waktu shalat, serta arah kiblat.  Sementara posisi Bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah (kalender qomariyah). Hal ini penting terutama untuk menentukan awal bulan Ramadhan saat ummat Islam mulai berpuasa, awal bulan Syawal untuk ber-Idul Fithri, serta awal bulan Dzulhijjah untuk menentukan saat jamaah haji wukuf di Arafah  pada tanggal 9 Dzulhijjah dan ber-Idul Adha  pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Beberapa dalil, baik dalam al-Qur'an maupun al-Hadits yang mendorong ummat Islam untuk melakukan hisab,, diantaranya :
a . Al-Qur’an surat ar-Rahman (55) ayat 5:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan

b. Al-Qur’an surat Yunus (10) ayat 5
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan- Nya manzilah-manzilah  (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
c. Hadits al-Bukhari dan Muslim,
إذا رأيتموهُ فصُوموا وإذا رأَيتموهُ فأَفطروا، فإن غُمَّ عليكمْ فاقْدرُوا له  {رواه البخاري, واللّفظ له, و مسلم}
Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah[HR al-Bukhari - Muslim, dan lafal di atas adalah lafalnya dari al-Bukhari].
d. Hadis tentang keadaan umat yang masih ummi, yaitu sabdaNabi saw,
إِنَّا أ ُمَّة ٌ أُمَّيَّة ٌ لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَعَقَدَ الأبْهَامَ فِيْ الثاَّ لِثَةِ وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي تَمَامَ الثَّلاَثِيْنَ
Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan  hisab. Bulan itu adalah  seperti ini, seperti ini, beliau menggenggam ibu jari pada ketiga kalinya dan bulan ini seperti ini, seperti ini dan seperti ini yakni sempurna 30 hari[HR al-Bukhari dan Muslim].
Cara  memahaminya  (wajh  al-istidlal-nya)  adalah  bahwa  pada  surat  ar-Rahman ayat 5 dan surat Yunus ayat 5, Allah swt menegaskan bahwa benda-benda langit berupa Matahari  dan Bulan beredar dalam orbitnya  dengan hukum-hukum  yang pasti sesuai dengan  ketentuan-Nya.  Oleh karena  itu peredaran  benda-benda  langit  tersebut  dapat dihitung (dihisab) secara tepat. Penegasan kedua ayat ini tidak sekedar pernyataan informatif  belaka,  karena  dapat  dihitung  dan  diprediksinya  peredaran  benda-benda langit  itu,  khususnya  Matahari  dan  Bulan,  bisa  diketahui  manusia  sekalipun  tanpa informasi samawi. Penegasan itu justru merupakan pernyataan imperatif yang memerintahkan  untuk  memperhatikan  dan  mempelajari  gerak  dan  peredaran  benda- benda  langit  itu  yang  akan  membawa   banyak  kegunaan  seperti  untuk  meresapi keagungan Penciptanya,  dan untuk kegunaan praktis bagi manusia sendiri antara lain untuk dapat menyusun suatu sistem pengorganisasian  waktu yang baik seperti dengan tegas dinyatakan oleh ayat 5 surat Yunus . ... agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Hadis tersebut kalau diartikan  dengan Ta'qul ma'na artinya dapat dirasionalkan maka ru'yah dapat diperluas, dikembangkan melihat bulan tidak terbatas hanya dengan mata telanjang tetapi termasuk semua sarana alat ilmu pengetahuan,  astronomi, hisab dan sebagainya.   Sebaliknva dengan memahami bahwa hadis ru'yah itu ta'qul ma'na maka  hadis  tersebut  akan terjaga  dan terjamin  relevansinya  sampai  hari ini, bahkan sampai akhir zaman nanti. Berlainan dengan masalah ibadahnya seperti shalat hari raya, itu tidak dapat dirasionalkan apalagi dikompromikan  karena ketentuan tersebut sudah baku  dari  sunnah  Rasul.  Tetapi  kalau  menuju  ke  arah  ibadah  itu  dapat  diijtihadi, misalnya berangkat haji ke Mekkah silahkan dengan transportasi  yang modern tetapi kalau dalam pelaksanaan  hajinya sudah termasuk ibadah harus sesuai dengan sunnah Rasul. Dengan pemahaman semacam ini hukum Islam akan tetap up to date dan selalu tampil untuk menjawab tantangan zaman.
Dalam al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Allah memang sengaja menjadikan matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Begitu juga dalam surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa matahari dan bulan beredar  menurut  perhitungan.  Karena  ibadah-ibadah  dalam  Islam  terkait  langsung dengan posisi benda-benda  langit (khususnya  Matahari dan Bulan), maka sejak awal peradaban  Islam  para ahli ilmu telah menaruh  perhatian  besar  terhadap  astronomi ini.
Umat Islam mulai terlibat secara aktif dibidang ilmu sains termasuk ilmu falak pada zaman kekhalifahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Di zaman Bani Umayyah tokoh ilmu falak yang terkenal ialah Khalid bin Yazid Al-Amawi (wafat pada tahun 85H). Beliau dikenal dengan nama Hakim Ali Marwan. Beliau dianggap orang pertama yang menterjemahkan buku-buku termasuk buku-buku mengenai ilmu Bintang. Pada pertengahan abad ke-4 Hijriyah didapati dalam Perpustakaan Kaherah (Kairo), sebuah globe dari tembaga karya Batlamus yang dimana didapati tulisan kata-kata bahwa globe itu diperuntukan untuk Khalid bin Yazid. Di zaman Bani Abbasiah, Khalifah Abu Jaffar Al-Mansur adalah khalifah yang pertama memberi perhatian kepada kajian Ilmu Falak. Khalifah mengeluarkan banyak belanja negara untuk memulai penyelidikan dalam bidang ilmu falak.
Seterusnya perkembangan kajian ilmu falak berkembang pada zaman khalifah Al-Mansur. Usaha menterjemahkan buku Sdihanta dari bahasa Sanskrit (Sangsekerta) ke Bahasa Arab dilakukan oleh Muhammad Al- Fazari yang kemudian buku tersebut diberi nama "Al-Sindhindin Al-Kabir". Buku ini menjadi panduan utama orang-orang arab dalam mengkaji ilmu falak hingga masa Khalifah Al-Makmun. Muhammad Al- Fazari merupakan orang Islam yang pertama menciptakan astrolabe (jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Buku ini telah disalin ke bahasa Latin pada abad pertengahan masehi oleh Johannes  de Luna Hispakusis. Buku terjemahan ini telah digunakan oleh universitas-universitas Eropa untuk mempelajari Ilmu Bintang. Dari sinilah orang-orang Eropa pertama kali mengetahui benda-benda di cakrawala.
Dalam pembangunan Kota Baghdad, Khalifah Al-Makmun melantik seorang ahli falak bernama Abu Sahl bin Naubakh sebagai Ketua Perancang Projek itu. Dalam projek pembangunan Kota Baghdad telah didirikan sebuah 'observatorium'. Di zaman  Khalifah Al-Makmun telah muncul sarjana-sarjana Falak diantaranya Thabit bin Qurrah, Al-Battani dan Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Ahli Falak Islam juga telah mengamati equinox, gerhana bintang berekor (comet) dan lain-lain gejala di langit.
Di samping itu Al-Battani (wafat kira-kira 930M/317H) telah melakukan penyelidikan tentang perbintangan sejak tahun 877 M. hingga  tahun 918 M. dan bukunya yang telah disalin ke bahasa Latin disusun semula dalam bahasa Arab oleh Nallino (tahun 1903M). Al-Battani telah membagi sehari kepada 12 jam lingkaran, yang digunakan sekarang oleh tukang-tukang jam di Eropa. Beliau juga telah berhasil menghitung lamanya hari dalam  setahun bersamaan dengan 356 hari, 5 jam 46 menit dan 24 detik, yang berarti hanya kurang sebanyak 2 menit 22 detik dalam perhitungan sekarang yang berjumlah 356 hari, 5 jam 48 menit dan 46 detik.
Di zaman-zaman seterusnya lahir tokoh-tokoh Islam yang meneruskan kajian-kajian yang dilakukan oleh al-Battani. Tokoh-tokoh Ilmu Falak yang terkenal pada abad ke-4 Hijriyah ialah Nasiruddin al-Tusi yang hidup di zaman Hulagu Khan seorang Raja Monggol. Al-Biruni (362H-442H) pula merupakan seorang ahli Falak yang terkenal di zaman Sultan Mahmud al-Ghaznawi. Beliau telah meninggalkan berbagai-bagai hasil karya yang antara al-Athar al-Baqiah) (yang diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Dr. Sachan. Di zaman Kerajaan Turki Saljuk telah muncul seorang sarjana Falak terkenal iaitu Umar al-Khayyam. Kawannya ialah Abdul Rahman al-Hazimi. Sebenarnya kemasyhuran sarjana-sarjana Falak Islam merebak setiap sudut alam. Mereka menjadi tempat rujukan  ilmu Falak. Wilayah Islam yang menjadi tumpuan rujukan Eropah ialah wilayah Andalus (Spanyol) karena berdekatan dengan mereka.
Fakta-fakta di atas penulis kemukakan di sini adalah semata-mata untuk menunjukkan betapa umat Islam di zaman kegemilangan, telah menumpahkan tenaga yang banyak untuk menguasai ilmu-ilmu sains yang hasilnya telah dirasai oleh seluruh umat manusia. Kejayaan mereka itu adalah menunjukkan betapa Islam telah menjadi suatu sumber utama bukan sahaja dari segi panduan hidup tetapi juga dari segi pengembangan Ilmu Pengetahuan. Inilah semangat yang hendak dibangkitkan kembali di kalangan kita umat Islam.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab  seringkali  digunakan  sebelum  rukyat  dilakukan.  Salah  satu  hasil  hisab  yang penting  dalam  penetapan  awal  bulan  adalah  penentuan  kapan  ijtimak  (konjungsi) terjadi, yaitu saat matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi  geosentris.  Konjungsi  geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.

C. METODE PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH

Setelah Islam  berkembangan keluar daerah jazirah arab menembus sekluruh dunia, para ulama dan cerdik cendekia sudah mulai ada yang mendalami ilmu astronomi, kaitanya dalam menentukan posisi dan waktu ibadah bagi mereka yang jauh dari jazirah arab, termasuk didalam menentukan awal bulan hijriyyah. Secara garis besar, metode penentuan awal bulan qomariyah telah berkembang kepada dua kelompok besar yakni metode berdasarkan rukyat bil fi’li dan berdasarkan kepada metode hisab.
Dalam metode rukyat dibagi kepada tiga kelompok besar, yaitu :
Pertama , berpedoman kepada alat yang digunakan
Pada kelompok ini terbagi  kepada dua bagian, yakni :
a.    Rukyat harus dilakukan dengan mata telanjang tidak boleh memakai alat bantu sama sekali.
b.    Rukyat boleh  dilakukan dengan mata telanjang atau  memakai alat bantu seperti teropong, teleskop, theodolith, dsb.
Kedua , berpedoman kepada hasil hisab
Pada kelompok ini terbagi  kepada dua bagian, yakni :
a.         Rukyat harus sesuai dengan hasil  hisab, yakni apabila ada orang yang melihat hilal tetapi berdasarkan  hasil hisab tidak mungkin hilal terlihat, maka laporan melihat hilal tersebut harus ditolak.
b.        Rukyat tidak harus sesuai dengan hasil  hisab, dengan kata lain meskipun menurut hasil hisab tidak mungkin hilal dapat terlihat, tetapi  apabila ada orang yang melihat hilal (dibawah sumpah seorang hakim), maka laporan melihat hilal tersebut tetap diterima.
Ketiga , berpedoman kepada cakupan wilayah (matla’)
Pada kelompok ini terbagi  kepada empat  bagian, yakni :
a.         Rukyat hanya berlaku sejauh daerah qashar shalat, yakni sekitar 80 KM ke arah Timur dan Barat.
b.        Rukyat hanya berlaku sejauh daerah qashar shalat ditambah sejauh 8 derajat bujur.
c.         Rukyat hanya berlaku dalam satu wilayah hukum yang sama  (satu negara), maka dimanapun  lokasi ruskyat berhasil melihat hilal (dalam satu negara), maka hasil tersebut berlaku bagi seluruh wilayah negara tersebut.
d.        Rukyat berlaku unmtuk seluruh dunia, yakni apabila disuatu lokasi rukyat berhasil melihat hilal, maka hasil tersebut berlaku bagi seluruh dunia.
Sementara dalam metode hisab, khusus di Indonesia paling tidak  terdapat 27 sistem hisab yang tercatat di Badan Hisab  Rukyat Pusat. Dari kedua puluh tujuh sistem tersebut, dikelompokan kepada  tiga kelompok, yakni sistem hisaf urfi, sistem hisab hakiki dan sistem hisab kontemporer.
Dimaksud dengan hisab urfi adalah hisab /perhitungan  berdasarkan kepada adat kebiasaan lamanya hari dalam  satu bulan berganti-ganti anatara  29 hari dan 30 hari. Bulan ganjil seperti Muharam  berjumlah 30 hari sedangkan bulan genap seperti Shafar berjumlah 29 hari. Sedangkan khusus untuk menentukan hari raya  dengan menggunakan rumus khumus, yakni hari raya tahun depan dihitung hari kelima dari hari raya tahun sekarang. Sebagai contoh, jika hari raya tahun ini selasa, maka hari raya tahun depan adalah hari sabtu.
Adapun yang dimaksud dengan hisab hakiki adalah hisab /perhitungan  berdasarkan kepada petunjuk syara, yakni perhitungan awal bulan berdasarkan kepada hakikatnya hilal. Dengan demikian tidak dipastikan bulan ganjil seperti Muharam  berjumlah 30 hari dan bulan genap seperti Shafar berjumlah 29 hari, melainkan 30 hari atau 29 hari itu berdasarkan kepada hakikat/kenyataan hilal.
Dalam metode hisab  hakiki ini dibagi kepada dua  kelompok besar, yaitu :
Pertama , berpedoman saat terjadinya ijtima
Pada kelompok ini terbagi  kepada dua bagian, yakni :
a.         Berpedoman pada saat ijtima’ qabla ghurub, yakni bila ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam (ghurub),maka malam itu dan keesokan harinya dihitung sebagai tanggal satu bulan baru. Mereka lebih menekankan kepada konsep memulai hari dalam Islam dimulai dari saat terbenamnya matahari.
b.        Berpedoman pada saat ijtima’ qabla fajar, yakni bila ijtima’ terjadi sebelum fajar terbit, maka hari itu dihitung sebagai tanggal satu bulan baru. Mereka lebih menekankan kepada konsep memulai kewajiban puasa dalam Islam dimulai dari saat terbit fajar shidiq sampai terbenamnya matahari.
Kedua , berpedoman kepada posisi hilal
Pada kelompok ini terbagi  kepada tiga  bagian, yakni :
a.         Berpedoman pada hilal diatas ufuk hakiki, yakni apabila pada waktu matahari terbenam pada saat terjadinya ijtima’ hilal sudah berada di atas ufuk hakiki, maka malam itu dan keesokan harinya dihitung sebagai tanggal satu bulan baru.
b.        Berpedoman pada hilal diatas ufuk mar’i, yakni apabila pada waktu matahari terbenam pada saat terjadinya ijtima’ hilal sudah berada di atas ufuk mar’i, maka malam itu dan keesokan harinya dihitung sebagai tanggal satu bulan baru.
c.         Berpedoman pada hilal diatas ufuk hissi, yakni apabila pada waktu matahari terbenam pada saat terjadinya ijtima’ hilal sudah berada di atas ufuk hissi, maka malam itu dan keesokan harinya dihitung sebagai tanggal satu bulan baru.
Sementara yang dimaksud dengan hisab kontemporer  adalah metode hisab /perhitungan  yang merupakan pengembanagan dari sistem hisab hakiki dengan mempergunakan data-data astronomi mutakhir, seperti almanak nautika dan almanak ephemeris hisab rukyat, dengan menitikberatkan pada hakikat hilal dilihat dari parameter-parameter astronomi. Sistem ini untuk  di Indonesia pertama kali dipelopori oleh Bapak Saadoeddin Jambek, Ketua Baadan Hisab  Rukyat Pusat yang pertama  dan sejak tahun 1993 Departemen Agama  dalam hal ini Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama telah mengeluarkan almanak Ephemeris Hisab Rukyat sebagai pedoman data-data astronomi dalam melakukan perhitungan- perhitungan.
Kemudian ketika akan memulai berpuasa, Rasulullah Saw., telah memerintahkan kepada ummatnya : “Berpuasalah dengan melihat bulan”. Beliau mengaitkan secara ketat observasi ilmiah sebagai usaha duniawi manusia dengan ibadah yang diperintahkan Alloh swt.  sebagai upaya mempersiapkan diri untuk memperoleh ridlo-Nya, ketika beliau saw menyatakan “ Janganalah berpuasa sebelum melihat bulan”
Dalam perkembangan selanjutnya kata “melihat” yang diperintahkan Nabi Muhamad saw dapat diartikan secara ilmiah menurut pengertian ilmu physica, yaitu : masuknya sinar yang datang dari bulan ke  mata si peninjau. Dengan tingkat ilmu pengetahuan, kemajauan ilmu matematik dan perkembangan teknik waktu sekarang, persyarata-perayaratan  itu dapat dipenuhi dengan tingkat ketelitian yang besar sekali.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan peradaban serta dengan memahami makna dari kata rukyat yang merupakan lafad musytarak (lafad yang memiliki banyak makna), maka pengertian rukyat tidak hanya terbatas pada rukyat bilfi’li saja melainkan juga rukyat bil’aqli. Pengertian rukyat seperti ini dapat dilihat dalam kamus Munjid,  dimana  kata ألرؤية  dapat berarti   النظر بالعين  ٲوبالعقل أوبالقلب =  melihat dengan mata, atau melihat dengan akal atau melihat dengan hati.

D.    PENANGGALAN/TARIKH

Sebelum melakukan perhitungan awal bulan qomariyah (hijriyyah) terlebih dahulu kita harus memahami penanggalan yang berlaku selama ini yang erat kaitannya dengan data-data yang diperlukan kelak dalam melakukan perhitungan awal bulan qomariyah.
a. Tarikh Syamsiyyah/Penanggalan Masehi
Kalender Masehi atau Miladiyah diciptakan dan diproklamirkan penggunaannya oleh Numa Pompilus pada tahun berdirinya kerajaan Roma tahun 753 SM. Kalender ini berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari (syamsiah) yang menyebabkan adanya perubahan musim sebagai akibat peredaran semu matahari, dengan menetapkan panjang satu tahun berumur 366 hari. Bulan pertamanya adalah  bulan Maret dengan pertimbangan karena posisi matahari berada di titik Aries terjadi pada bulan Maret.
Pada masa Julius Caesar memegang kekuasaan Kerajaan Romawi, tepatnya pada tahun 46 SM, menurut Kalender Numa sudah masuk bulan Juni, tetapi posisi matahari sebenarnya baru masuk pada bulan Maret, sehingga oleh Julius Caersar, atas nasehat Sosigenes seorang  ahli astronomi Iskandariah, diperintahkan agar kalender Numa tersebut diubah dan disesuaikan dengan posisi matahari yang sebenarnya, yaitu dengan memotong kalender yang sedang berjalan sebanyak 90 hari dan dibuatlah pedoman baru. Karena Julius Caesar  yang menetapkan, maka tarikh inipun dikenal dengan Tarikh Yulian.
Tarikh Yulian ini dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun 46 Sebelum Masehi (SM), diantara ketentuannya  sebagai berikut:
1.      Satu tahun ditetapkan  rata-rata berumur 365,25 hari.
2.      Tahun biasa (basithah) lamanya 365 hari,tahun panjang (kabisah) lamanya 366 hari.
3.      Kebulatan tahun  (daur) terjadi selama  4 tahun = 1461 hari.
4.      Satu kali dalam 4 tahun terjadi tahun kabisat dengan ketentuan,  tahun yang habis dibagi empat adalah tahun kabisat contohnya tahun 1996.
5.       Kelebihan 1 hari dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Pebruari. Jadi bulan Pebruari yang dalam tahun biasa berjumlah 28 hari, maka pada tahun kabisat menjadi 29 hari.
6.      Permulaan tahun yang semula dimulai pada bulan Maret ditetapkan dimulai pada bulan Januari.
Meskipun sudah diadakan koreksi dan perubahan, namun ternyata kalender Yulian masih lebih panjang 11 menit 14 detik dari titik musim yang sebenarnya, sehingga sebagai akibatnya kalender ini harus mundur 3 hari setiap 400 tahun. Setelah rentang waktu yang cukup panjang yakni pada tahun 1582 masa pemerintahan Paus Gregoriu XIII atas usul seorang  astronom yang bernama Chavius pada tanggal 11 Maret 1528, Tarikh Yulian mengalami beberapa perbaikan.
Sejak penanggalan  pertama tarikh Yulian pada tahun  46 SM  sampai dengan tahun 1582 telah terdapat kesalahan perhitungan  selama 1628  x 0,007801 hari = 12,700028 hari atau digenapkan 13 hari. Angka 13 ini kemudian dikenal dengan istilah koreksi gregorian. Selanjutnya Paus  Gregorius XIII membuat ketentuan baru tentang penanggalan tarikh masehi gaya baru diantaranya tahun yang habis dibagi empat adalah tahun kabisat contohnya tahun 1992,  kecuali tahun-tahun kelipatan 100, baru dikatakan tahun kabisat bila habis dibagi  400, seperti tahun 1600, tahun 2000, tahun 2400 dst., dan ditetapkan bahwa peredaran matahari dalam satu tahun lamanya 365,2425 hari.
Satu catatan dari penulis, tentang tarikh ini adalah bahwa sebenarnya perjalanan matahari itu bukanlah perjalanan semu, melainkan perjalanan yang sebenarnya mengelilingi bumi. Banyak ayat suci al-Qur’an yang memberi isyarat akan bergeraknya matahari dan berdiam dirinya bumi, diantaranya firman Alloh swt dalam surat al-Baqarah (2) ayat 258 :
……فَإِنَّ اللهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ…….
”.....Sesungguhnya Alloh swt menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah matahari dari Barat.....”
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Alloh swt menerbitkan matahari, maka sangat jelas menunjukkan bahwa mataharilah yang bergerak mengelilingi bumi. Seandainya bumi yang berotasi, niscaya Alloh swt tidak mengatakan mataharilah yang terbit. Begitu juga  dengan apa yang ditegaskan Alloh swt secara jelas dalam al-Qur’an surat Yasin (36) ayat 38 وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ :"Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa serta Maha Mengetahui” Ayat ini sama dengan ayat sebelumnya yang menjelaskan bahwa Alloh swt menyandarkan bergerak kepada matahari, bukan kepada bumi. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan data ephemeris hisab rukyat, dimana yang mempunyai nilai pergerakan adalah matahari dan bulan, sedangkan bumi sama sekali tidak mempunyai data ephemerisnya.
b. Menentukan Nama Hari  Dalam Masehi
Untuk menentukan nama hari dalam masehi dapat dilakukan dengan dua langkah, yaitu :
1.  Tentukan lamanya hari sejak dimulainya perhitungan tarikh ini dari tanggal 1 Januari Tahun 1 Masehi sampai dengan tanggal yang dicari dengan rumus :
Tahun yang dicari    1  = … daur + sisa  tahun
                  4
… daur  x 1461 hari       = …………. hari
sisa tahun   x 365 hari     = …………. hari
1 Januari s/d tgl yang dicari        = …………. hari   +
Jumlah    = …………. hari
koreksi Gregorian           =           13    hari    _
Jumlah    = …………. Hari

2. Tentukan  hari itu dengan  cara
Jumlah akhir dibagi tujuh, kemudian lihat sisanya dengan ketentuan:
Jika sisanya 0 = hari Jum’at    1 =  hari Sabtu              2 = hari Minggu      3 = hari Senin   4 = hari Selasa            5 = hari Rabu               6 = hari Kamis
Bagi yang terbiasa menggunakan nama pasaran, maka hasil akhir tersebut dibagi 5, kemudian lihat sisanya  dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika sisanya 0 = wage     1 =  Kliwon       2 = Legi     3 = Pahing      4 = Pon
Contoh soal
1. Pada hari dan pasaran apakah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 diucapkan?
Adapun langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut :
1945    1            = 486 daur + 0  tahun
     4
486 daur  x 1461 hari     = 710.046        hari
0   tahun   x   365 hari     =            0        hari
1 Januari s/d 17 Agustus            =        229        hari   + ( 31 +28+31+30+31+30++31+17 )
Jumlah    = 710.275        hari
Koreksi gregorian           =          13        hari    _
Jumlah    = 710.262        hari
710.262  : 7         =          101.466           sisa      0 =       hari Jum’at
710.262  : 5         =          142.052           sisa      2 =       Legi

2.      Pada hari dan pasaran apakah tanggal 25 Juli 2006 ?
Adapun langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut :
2006 –  1             = 501 daur + 1  tahun
      4
501 daur  x 1461 hari     = 731.961        hari
1   tahun   x   365 hari     =        365        hari
1 Januari s/d 25 Juli        =        206        hari   + ( 31 +28+31+30+31+30+25 )
Jumlah    = 732.532        hari
Koreksi Gregorian          =          13        hari    _
Jumlah    = 732.519        hari
732.519  : 7         =          104.645           sisa      4 =       hari Selasa
732.519  : 5         =          142.052           sisa      4 =       Pon

c.  Tarikh Qomariyah/ Penanggalan Hijriyyah
Tarikh Qomariyah/Penanggalan Hijriyyah ini berlandaskan kepada perjalanan  bulan mengelilingi bumi. yakni perjalanan synodis bulan (jarak dari satu ijtima’ ke ijtima’ berikutnya ). Tarikh ini dikenal dengan sebutan tarikh hijriyyah karena  permulaan tarikh ini dimulai pada tahun hijrahnya Nabi Muhammad saw. dari Mekah ke Medinah, dan terkadang disebut juga sebagai tarikh Islam karena  kaum muslimin menggunakan tarikh ini terutama dalam kaitannya dengan kegiatan peribadatan. Orang yang pertama kali menentukan tarikh hijriyyah ini adalah  khalifah Umar Bin Khatab, pada hari Rabu tanggal 20 Jumadil Akhir tahun 17 Hijriyyah.
Adapun untuk menentukan tarikh ini terdapat dua cara, yaitu beradasarkan hisab urfi dan hisyab syar’i.
1. Hisab Urfi
Dimaksud hisab urfi adalah hisab  yang berdasarkan  adat kebiasaan lamanya hari dalam satu bulan, yakni berganti-ganti  antara 29 dan 30 hari. Bulan ganjil seperti Muharram adalah 30 hari dan bulan genap seperti Shafar adalah 29 hari.
Adapun ketentuan hisab urfi adalah sebagai berikut :
1.      Permulaan perhitungan (1 Muharram tahun 1 Hijriyyah) ditetapkan  pada hari Jum’at 15 Juli 622 M, sehingga perbedaan tarikh  Hijriyyah dengan tarikh Masehi berjumlah 227.016 hari.
2.      Umur bulan berganti-ganti  antara 29 dan 30 hari. Bulan ganjil seperti Muharram adalah 30 hari dan bulan genap seperti Shafar adalah 29 hari.
3.      Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan  antara  354 hari dan 355 hari. Tahun biasa (basithah) lamanya 354 hari, sementara tahun panjang (kabisah) lamanya 355 hari. Kelebihan 1 hari dalam tahun kabisat dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.  Jadi bulan Dzulhijjah  yang dalam tahun biasa berjumlah 29 hari, maka pada tahun kabisat menjadi 30 hari.
4.      Kebulatan tahun  (daur) terjadi selama  30 tahun = 10631 hari.
5.      Dalam 30 tahun terjadi 11 kali kabisat, yakni pada tahun ke 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26 dan tahun ke 29
2. Hisab Syar’i
Adapun yang dimaksud hisab syar’i ialah hisab yang berpedoman pada petunjuk syara dimana syara menunjukkan bahwa untuk perhitungan tahun dan ibadah ditentukan berdasarkan hakikatnya hilal. Dengan demikian tidak dipastikan bulan ganjil seperti Muharram adalah 30 hari dan bulan genap seperti Shafar adalah 29 hari, tetapi 29 hari atau 30 hari itu berdasarkan kenyataan hilal. Hisab syar’i inilah yang akan kita kaji lebih mendalam dengan menggunakan  data-data dari Almanak Ephemeris Hisab Rukyat  Departemen Agama.
3.  Menentukan Nama Hari  Dalam Hijriyyah
Seperti halnya dalam tarikh Masehi, untuk menentukan nama hari dalam hijriyah dapat dilakukan dengan dua langkah, yaitu :
a.  Tentukan lamanya hari sejak berdirinya  tarikh ini sampai dengan tanggal yang dicari dengan rumus :
Tahun yang dicari    1  = …daur + sisa  tahun
            30
…daur  x 10631 hari      = …………. hari
sisa tahun   x 354 hari     = …………. hari
kabisah dalam sisa tahun            = …………. hari
1 Muharram s/d tgl yang dicari  = …………. hari   +
Jumlah    = …………. Hari
b. Tentukan  hari itu dengan  cara
Jumlah hasil akhir dibagi tujuh, kemudian lihat sisanya dengan ketentuan:
Jika sisanya 0 = hari Kamis     1 = hari Jum’at          2 =  hari Sabtu           3 = hari Minggu         4 = hari Senin   5 = hari Selasa           6 = hari Rabu           
Contoh soal
     Pada hari apakah tanggal 29 Rajab  1398 H ?
Adapun langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut :
1398    1            = 46 daur + 17  tahun
      30
46 daur  x 10631 hari     = 489.026        hari
17   tahun   x   354 hari   =     6.018        hari
kabisah dalam 17 tahun  =            6        hari
1 Muh s/d  29  Rajab      =        206        hari   + (30+29+30+29+30+29+29)
Jumlah    = 495.256        hari
495.256  : 7         =          70.750             sisa      6 =       hari Rabu

E.     PENANDA AWAL BULAN QOMARIYAH

Banyak  pandangan  mengenai  penentuan  penanda  awal  bulan  qomariyah,  namun secara umum bulan  baru  qomariyah  dimulai  apabila  telah  terpenuhi  tiga  kriteria berikut:
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Ketiga kriteria ini penggunaannya  adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Kriteria ini difahami dari isyarat dalam firman Allah swt pada surat Yasin (36) ayat 39 dan 40 yang berbunyi:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ {39} لاَالشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَآ أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلاَالَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ {40}
Dan  telah Kami  tetapkan  bagi Bulan  manzilah-manzilah,sehingga  (setelah  dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan Bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya
Penyimpulan tiga kriteria di atas dilakukan secara komprehensif dan interkonektif, artinya difahami tidak semata dari ayat 39 dan 40 surat Yasin semata-mata, melainkan dihubungkan dengan ayat, hadis dan konsep fiqih lainnya serta dibantu ilmu astronomi. Dalam surat ar-Rahman dan surat Yunus dijelaskan bahwa Matahari dan Bulan dapat dihitung geraknya dan perhitungan itu berguna untuk menentukan bilangan tahun dan perhitungan waktu. Di antara perhitungan waktu itu adalah perhitungan bulan. Pertanyaannya adalah kapan bulan baru dimulai? Apa kriterianya? Ayat 39 dan 40 surat Yasin ini dapat menjadi sumber inspirasi untuk menentukan kriteria bulan baru tersebut.
Dalam  kedua  ayat  ini  terdapat  isyarat  mengenai  tiga  hal  penting,  yaitu  (1) peristiwa ijtimak, (2) peristiwa pergantian siang ke malam (terbenamnya matahari), dan dari balik pergantian siang ke malam itu terkait (3) ufuk, karena terbenamnya matahari artinya berada di bawah ufuk. Peristiwa ijtimak diisyaratkan dalam ayat 39 Yasin dan awal ayat 40. Pada ayat itu ditegaskan bahwa Allah swt telah menetapkan posisi-posisi tertentu bagi Bulan dalam perjalanannya.
Sementara dari sudut pandang astronomi dapat dipahami bahwa posisi-posisi itu adalah  posisi  Bulan  dalam  perjalanannya  mengelilingi  bumi.  Pada  posisi  akhir  saat Bulan dapat dilihat dari bumi terakhir kali, Bulan kelihatan seperti tandan tua dan ini menggambarkan sabit dari Bulan tua yang terlihat di pagi hari sebelum menghilang dari penglihatan.  Kemudian  dalam  perjalanan  itu Bulan menghilang  dari penglihatan  dan dari astronomi diketahui bahwa pada saat itu Bulan melintas antara Matahari dan bumi. Saat melintas antara Matahari dan bumi itu ketika ia berada pada titik terdekat dengan garis lurus antara titik pusat  Matahari  dan titik pusat bumi adalah apa yang disebut ijtimak (konjungsi).  Perlu diketahui bahwa Bulan beredar mengelilingi  bumi rata-rata selama 29, 530569 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 02,89 detik. Matahari juga, tetapi secara semu, berjalan mengelilingi bumi [Sesungguhnya bumilah yang mengelilingi matahari]. Dalam perjalanan keliling itu Bulan dapat mengejar Matahari sebanyak 12 kali  dalam  satu  tahun,  yaitu  saat  terjadinya  ijtimak,  yaitu  saat  Bulan  berada  antara Matahari dan bumi.
Saat  terjadinya  ijtimak  menandai  Bulan  telah  cukup  umur  satu  putaran  bulan karena ia telah mencapai titik finis dalam perjalanan kelilingnya. Oleh karena itu kita dapat memanfaatkannya sebagai kriteria mulainya bulan baru. Namun ijtimak saja tidak cukup untuk menjadi kriteria bulan baru,   karena ijtimak bisa terjadi pada sembarang waktu atau kapan saja pada hari ke-29,   bisa pagi, bisa siang, sore, malam, dini hari, subuh  dan  seterusnya.  Oleh  karena  itu  diperlukan  kriteria  lain  di  samping  kriteria ijtimak. Untuk itu kita mendapat isyarat penting dalam ayat 40 surat Yasin. Pada bagian tengah  ayat 40 itu ditegaskan  bahwa  malam  tidak mungkin  mendahului  siang,  yang berarti  bahwa  sebaliknya  tentu siang yang mendahului  malam  dan malam  menyusul siang. Ini artinya terjadinya pergantian hari adalah pada saat terbenamnya matahari.
Saat pergantian siang ke malam atau saat terbenamnya matahari itu dalam fiqih, menurut pandangan jumhur fuqaha, dijadikan sebagai batas hari yang satu dengan hari berikutnya. Artinya hari menurut konsep fiqih, sebagaimana dianut oleh jumhur fuqaha, adalah jangka waktu sejak terbenamnya matahari hingga terbenamnya matahari berikut. Jadi   gurub   (terbenamnya   matahari)   menandai   berakhirnya   hari   sebelumnya   dan mulainya hari berikutnya. Apabila saat itu adalah hari terakhir dari suatu bulan, maka terbenamnya  matahari  sekaligus  menandai  berakhirnya  bulan  lama  dan  memulainya bulan baru. Oleh karenanya adalah logis bahwa kriteria kedua bulan baru, di samping ijtimak, adalah bahwa ijtimak itu terjadi sebelum terbenamnya matahari, yakni sebelum berakhirnya hari bersangkutan.
Berbicara  tentang terbenamnya  matahari,  yang menandai  berakhirnya  hari lama dan memulainya hari baru, tidak dapat lepas dari ufuk karena terbenamnya  matahari itu adalah karena ia telah berada di bawah ufuk. Oleh karena itu dalam ayat 40 surat Yasin itu sesungguhnya tersirat isyarat tentang arti penting ufuk karena kaitannya dengan pergantian  siang  dan  malam  dan  pergantian  hari.  Dipahami  juga  bahwa  ufuk  tidak hanya terkait dengan pergantian suatu hari ke hari berikutnya, tetapi juga terkait dengan pergantian suatu bulan ke bulan baru berikutnya pada hari terakhir dari suatu bulan.
Dalam  kaitan  ini,  ufuk  dijadikan  garis  batas  untuk  menentukan  apakah  Bulan sudah mendahului Matahari atau belum dalam perjalanan keduanya dari arah barat ke timur (perjalanan semu bagi matahari). Dengan kata lain ufuk menjadi garis penentu apakah Bulan baru sudah wujud atau belum. Apabila pada saat terbenamnya Matahari, Bulan telah mendahului Matahari dalam gerak mereka dari barat ke timur, artinya saat matahari  terbenam  Bulan  berada  di atas ufuk,  maka  itu menandai  dimulainya  bulan kamariah  baru.  Akan  tetapi  apabila  Bulan  belum  dapat  mendahului  Matahari  saat ghurub  (terbenam),  dengan  kata  lain  Bulan  berada  di  bawah  ufuk  saat  Matahari tenggelam, maka bulan kamariah baru belum mulai; malam itu dan keesokan harinya masih merupakan hari dari bulan kamariah berjalan.
Menjadikan keberadaan Bulan di atas ufuk saat Matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan qomariyah baru juga merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan  bulan tiga puluh hari bila hilal tidak terlihat.  Hilal tidak mungkin terlihat  apabila  di  bawah  ufuk.  Hilal  yang  dapat  dilihat  pasti  berada  di  atas  ufuk. Apabila Bulan pada hari ke-29 berada di bawah ufuk sehingga tidak terlihat, maka jumlah hari pada  bulan yang bersangkutan diistikmalkan/digenapkan  menjadi 30 hari. Pada waktu sore hari ke-30 itu, saat matahari terbenam untuk kawasan normal Bulan sudah pasti berada di atas ufuk.

F.  PROSES PERHITUNGAN AWAL BULAN

Sekarang mari kita aplikasikan metode hisab awal bulan dengan pendekatan sitem ephemeris hisab rukyat. Untuk itu pada kesempatan ini penulis akan memberi contoh hitungan awal bulan Dzulhijjah 1440 H dengan markaz Wisma Lapan Santolo Kabupaten Garut  yang mempunyai lintang tempat = 7°38’37,11”  Lintang Selatan dan bujur tempat = 107°43’15,39” Bujur Timur dengan ketinggian tempat (elevasi) 18 meter di atas permukaan laut (dpl).
Adapun langkah-langkah perhitungan adalah mencari saat terjadinya ijtima’ untuk awal bulan Dzulhijjah 1440 dengan cara :
a.      Melakukan perbandingan  tarikh dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.   Konversi Tahun Hijriyah ke tahun Masehi.
Dengan mempergunakan rumus-rumus perbandingan tarikh, sebagai berikut :
Tanggal 29 Dzulqaidah 1440 H
1439 tahun + 10 bulan + 29 hari
1440    1                                       = 47 daur + 29  tahun
      30
47 daur  x 10.631 hari                   = 499.657  hari
29   tahun   x   354 hari                  =   10.266  hari
kabisah dalam 29 tahun                 =           11 hari
10 bulan                                         =        295  hari
29 hari                                            =          29 hari   +
Jumlah                                           = 510.258  hari

29 Dzulqa’dah 1440 H                  = 510.258 hari
Tafawut (beda tarikh M-H)           = 227.016 hari
Koreksi Gregorian                         =          13 hari +  
Jumlah                                           = 737.287 hari
737.287/1461         =   504 daur + 943 hari
504 daur                 =   504 X 4 tahun  =  2.016 tahun
943 hari/365           =   2 tahun + 213 hari
213 hari                  =   7 bulan + 1 hari
Kalau dirangkum  menjadi  2.016 tahun + 2 tahun + 7 bulan + 1 hari atau tanggal   1 Agustus 2019 M

2.    Konversi Tahun Masehi ke Tahun Hijriyah
Dengan mempergunakan rumus-rumus perbandingan tarikh, sebagai berikut :
Tanggal 1 Agustus 2019 M
2018 tahun + 7 bulan + 1 hari
2019  1                              = 504 daur + 2  tahun
      4
504 daur  x 1.461 hari          =  736.344  hari
2   tahun   x   365 hari          =         730  hari
7 bulan                                 =         212 hari 
1 hari                                    =             1  hari   +
Jumlah                                  =  737.287  hari
1 Agustus 2019                    =   734.287 hari
Tafawut (beda tarikh M-H) =   227.016 hari
Koreksi Gregorian                =           13 hari -           
Jumlah                                  =   510.258 hari
510.258 hari/10.631             =  47 daur + 10601 hari
47 daur                                 =  47 X 30 tahun =  1.410 tahun
10601/354                            = 29 tahun + 335 hari
33511 (kabisat 29 tahun) =  324 hari
324 hari                                =  10 bulan 29 hari
Kalau dirangkum  menjadi  1.410 tahun + 29 tahun + 10 bulan + 29 hari atau tanggal 29 Dzulqa’dah 1440 H

b.      Menentukan saat terjadi ijtima dengan buku Ephemeris Hisab Rukyat

Data ini dapat dilihat dari Almanak Ephemeris Hisab Rukyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama, atau program WIN HISAB. Untuk ijtima awal   bulan Dzulhijja  1440 H  terjadi pada hari Kamis tanggal 1 Agustus 2019 pukul 10. 14.34,7 WIB / hari Kamis tanggal 1 Agustus 2019 pukul 03. 14.34,7 GMT
Dengan mempergunakan Almanak Ephemeris Hisab Rukyat data tersebut dapat diketahui  dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Tentukan Fraction Illumination Bulan/FIB  terkecil pada bulan Agustus 2019. Nilai tersebut adalah 0,00027terjadi pada  jam 03.00 GMT tanggal 1 Agustus 2019.
2.      Ecliptic Longitude Matahari/ELM  pada jam 03.00 GMT adalah 128°3660
3.      Ecliptic Longitude Matahari/ELM  pada jam 04.00 GMT adalah 128°3923
4.      Apparent  Longitude Bulan/ALB    pada jam 03.00 GMT adalah 128°2830
5.      Apparent  Longitude Bulan/ALB    pada jam 04.00 GMT adalah 129°0552
6.      Sabak (perjalanan)  Matahari perjam adalah :
ELM  pada jam 03.00 GMT      =             128°3660
ELM  pada jam 04.00 GMT      =             128°3923
Sabak Matahari (SM)            =       0°02’23
7.      Sabak (perjalanan)  Bulan  perjam adalah :
ALB  pada jam 03.00 GMT =   128°2830
ALB  pada jam 04.00 GMT  =   129°0552
Sabak Bulan (SB)                 =      0°3722
Rumus Saat Ijtima adalah     =   Jam FIB +  ELM – ALB   + 7 Jam
                                                                       SB     SM
                                              =   Jam 03.00 + 128°3660128°2830  +   7 Jam
                                                                            0°3722” –   0°02’23
                                              =   Jam 03.00 + ( 0 Jam 14 menit 34,7 detik) + 7 Jam
                                              =   Jam 10.14.34,7 WIB
                                              =   Tanggal 1 Agustus 2019 jam 10.14.34,7 WIB/
                                                   Tanggal 1 Agustus 2019 jam 03.14.34,7 GMT

c.       Menentukan posisi hilal dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1.      Menghitung Tinggi matahari waktu terbenam

Data :     Semidiameter  jam 11 GMT  (sd)    =     0°15’45,39

              Refraksi           (ref)                         =     0°34’30”

              Kerendahan Ufuk (D’) 1.76’Ö 18    =     0°0728,02

Rumus: h   = 0° - sd – ref -  D’

                     = 0° - 0°15’45,39 - 0°34’30” - 0°0728,02

                     = - 0°5743,41
2.      Menghitung Sudut waktu matahari saat matahari terbenam

Data :     Lintang tempat  (p)                                 =   - 7°38’37,11

              Deklinasi matahari jam 11 GMT (d )    =   18°0126

              Tinggi matahari (h)                                 =   - 0°5743,41

Rumus: Cos t      = - tan p tan d + sec p sec d sin h

                                        = - tan - 7°38’37,11 x  tan 18°0126 + sec - 7°38’37,11 x  sec

  18°0126   x  sin - 0°5743,41

                                        =  0,025852282

                     t     = 88°3106,99


3.      Menghitung  Saat matahari terbenam

Data : Bujur daerah (l d  )            =    105°

            Bujur tempat ( l t  )            =    107°43’15,39”

            Perata waktu  ( e  )             =    - 0.06.22 (dalam satuan waktu)

            t                                             =          88°3106,99

Rumus:    W                                    =  t   : 15  +12 –  e  + koreksi bujur  ( l d  - l t / 15)

                     = 88°3106,99 : 15 + 12 – (- 0.06.22) + ( 105° - 107°43’15,39”) : 15

                     = 17.49.33,44 WIB / 10.49.33,44 GMT

4.      Menghitung  Asensiorekta matahari dan bulan

AR   pukul 10 GMT                    =  131°1856

AR   pukul 11 GMT                    =  131°21’22

Selisih perjam                                =      0°02’26  

AR   pukul 10.49.33,44  GMT    = 131°1856 + (0.49.33,44   x 0°02’26”)

                                                       = 131°2056,5 

AR ☺ pukul 10 GMT                   = 135°5839

AR ☺ pukul 11 GMT                   = 136°3733

Selisih perjam                                =     0°3854

AR ☺ pukul 10.49.33,44   GMT  = 135°5839 + (0.49.33,44  x 0°3550”)

                                                       = 136°3046,7   



5.      Menghitung  sudut waktu bulan  saat matahari terbenam ( t)

Data : AR pukul 10.49.33,44   GMT =       131°2056,5

            AR ☺ pukul 10.49.33,447   GMT=    136°3046,7

            t                                                  =      88°3106,99

Rumus:   t☺ =   AR   -  AR ☺ +  t            

                                 =   131°2056,5 - 136°3046,7 + 88°3106,99

                                 =   83°2116,8

6.      Menghitung deklinasi bulan  saat matahari terbenam ( d☺ )

d  pukul 10 GMT                       = 19°0633

d pukul 11 GMT                        = 18°5844

Selisih perjam                                =   0°0749

d pukul 10.49.33,44 GMT         = 19°0633  - (0.49.33,44  x 0°0749)

                                                       = 19°0005,63 

7.      Menghitung tinggi bulan  hakiki ( h☺ )

Data : Lintang tempat  (p)                                        =   - 7°38’37,11

            Deklinasi bulan  jam 10.49.33,44 GMT         =   19°0005,63

            t                                                                 =   83°2116,8

Rumus: Sin h☺  = sin p sin d + cos p cos d cos t
                             = sin - 7°38’37,11 x sin 19°0005,63 + cos - 7°38’37,11 x
  cos 19°0005,63  x  cos 83°2116,8
                             = 0,06513738095
              h☺        = 3°4405,07
8.      Mencari tinggi bulan  mar’i ( h’☺ )
h                         =    3°4405,07
Paralaks[4]                =   1°0046.24 - 

                               =    2°4318,83

Semidiameter         =    0°1635,82 +

                               =     2°5954,65

 

Refraksi[5]                =     0°1342 

Kerendahan ufuk   =     0°0728,02  +

h’                        =     3°2104,67”





9.      Mencari azimuth matahari dan bulan ( A dan A ☺)
Azimuth matahari

Data :     Lintang tempat  (p)                                 =    - 7°38’37,11

              Deklinasi matahari jam 11 GMT (d )   =    18°0126

                          t                                                            =    88°3106,99

Rumus: Cotan A    = -sin p cotan t  + cos p tan d cosec t

                                 = -sin - 7°38’37,11 x cotan 88°3106,99 + cos - 7°38’37,11 x

                                      tan 18°0126  x cosec 88°3106,99

                                 =  0,3260371673

       A                     = 18°03’28,42  (dari Barat ke Utara)


Azimuth bulan

Data :     Lintang tempat  (p)                                             =   - 7°38’37,11

              Deklinasi bulan jam 10.49.33,44 GMT (d )   =   19°0005,63

                          t                                                                      =   83°2116,8

Rumus: Cotan A  = -sin p cotan t + cos p tan d cosec t

                                 = -sin - 7°38’37,11 x cotan 83°2116,8 + cos - 7°38’37,11 x

                                      tan 19°0005,63  x cosec 83°2116,8

                                 =  0,359103471

                        A   =  19°45’12,2” (dari Barat ke Utara)

Kesimpulan :
1.      Tanggal  1 Dzulhijjah 1440 H, berdasarkan sistem hisab imkan rukyat, jatuh pada hari Jum’at tanggal 2 Agustus 2019 M
2.      Posisi dan keadaan hilal = Hilal berada di Bumi Belahan Utara sebelah Utara matahari sejauh 1°41 43,78dengan keadaan miring ke Utara (hasil dari 19°45’12,2” - 18°03’28,42”)

G.  PENUTUP
Paparan ini diharapkan dapat dijadikan bekal dan pedoman aparatur Pengadilan Agama untuk memenuhi kewajiban Pengadilan Agama dalam memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penenetuan awal bulan pada tahun hijriyyah  sebagaimana ketentuan pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.







TABEL 1
DAFTAR BILANGAN HARI MASEHI
      BLN

TGL
  J      P      M      A       M        J         J          A        S        O       N         D         
 A     E       A      P       E         U        U         G        E        K       O         E
 N     B       R      R       I          N        L         S         P        T        P         S
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
  1     32     60     91     121     152     182     213     244     274     305     335  
 2     33     61     92     122     153     183     214     245     275     306     336
 3     34     62     93     123     154     184     215     246     276     307     337
 4     35     63     94     124     155     185     216     247     277     308     338
 5     36     64     95     125     156     186     217     248     278     309     339
 6     37     65     96     126     157     187     218     249     279     310     340
 7     38     66     97     127     158     188     219     250     280     311     341
 8     39     67     98     128     159     189     220     251     281     312     342 
 9     40     68     99     129     160     190     221     252     282     313     343
10    41     69    100    130     161     191     222     253     283     314     344
11    42     70    101     131    162     192     223     254     284     315     345
12    43     71    102     132    163     193     224     255     285     316     346
13    44     72    103     133    164     194     225     256     286     317     347
14    45     73    104     134    165     195     226     257     287     318     348
15    46     74    105     135    166     196     227     258     288     319     349
16    47     75    106     136    167     197     228     259     289     320     350
17    48     76    107     137    168     198     229     260     290     321     351
18    49     77    108     138    169     199     230     261     291     322     352  
19    50     78    109     139    170     200     231     262     292     323     353
20    51     79    110     140    171     201     232     263     293     324     354
21    52     80    111     141    172     202     233     264     294     325     355
22    53     81    112     142    173     203     234     265     295     326     356
23    54     82    113     143    174     204     235     266     296     327     357
24    55     83    114     144    175     205     236     267     297     328     358
25    56     84    115     145    176     206     237     268     298     329     359
26    57     85    116     146    177     207     238     269     299     330     360
27    58     86    117     147    178     208     239     270     300     331     361
28    59     87    118     148    179     209     240     271     301     332     362
29             88    119     149    180     210     241     272     302     333     363
30             89    120     150    181     211     242     273     303     334     364
31             90               151               212     243                304                365
Catatan:
Dalam tahun kabisat setiap bilangan setelah tanggal 29 Pebruari atau tanggal 1 Maret dalam daftar ini harus ditambah satu

TABEL 2
DAFTAR BILANGAN HARI HIJRIYYAH
      BLN

TGL
 M    S      R       R       J         J          R        S        R         S         D        D         
 U    A       A      A      U        U         J         B        M        Y        Q        H
 H    F        1       2       1         2         B         N        D        W       D         Z
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
 1     31     60     90     119     149     178     208     237     267     296     326  
 2     32     61     91     120     150     179     209     238     268     297     327
 3     33     62     92     121     151     180     210     239     269     298     328
 4     34     63     93     122     152     181     211     240     270     299     329
 5     35     64     94     123     153     182     212     241     271     300     330
 6     36     65     95     124     154     183     213     242     272     301     331
 7     37     66     96     125     155     184     214     243     273     302     332
 8     38     67     97     126     156     185     215     244     274     303     333 
 9     39     68     98     127     157     186     216     245     275     304     334
10    40     69     99     128     158     187     217     246     276     305     335
11    41     70    100     129    159     188     218     247     277     306     336
12    42     71    101     130    160     189     219     248     278     307     337
13    43     72    102     131    161     190     220     249     279     308     338
14    44     73    103     132    162     191     221     250     280     309     339
15    45     74    104     133    163     192     222     251     281     310     340
16    46     75    105     134    164     193     223     252     282     311     341
17    47     76    106     135    165     194     224     253     283     312     342
18    48     77    107     136    166     195     225     254     284     313     343  
19    49     78    108     137    167     196     226     255     285     314     344
20    50     79    109     138    168     197     227     256     286     315     345
21    51     80    110     139    169     198     228     257     287     316     346
22    52     81    111     140    170     199     229     258     288     317     347
23    53     82    112     141    171     200     230     259     289     318     348
24    54     83    113     142    172     201     231     260     290     319     349
25    55     84    114     143    173     202     232     261     291     320     350
26    56     85    115     144    174     203     233     262     292     321     351
27    57     86    116     145    175     204     234     263     293     322     352
28    58     87    117     146    176     205     235     264     294     323     353
29    59     88    118     147    177     206     236     265     295     324     354
30             89               148               207                266                325     355
Catatan:
Dalam tahun basitah jumlah hari mencapai 354, sedangkan dalam tahun kabisat 355, kelebihan 1 hari diletakkan pada bulan Dzulhijjah.


DAFTAR REFRAKSI
h’      = tinggi lihat
h        = tinggi nyata
refraksi            = tinggi lihat – tinggi nyata
   h’       refr       h
   h’       refr       h
    h’     refr        h
   h’     refr        h
 0° 00’      34,5      -0° 35’
      03’      33,8            31’
      06’      33,2            27’
      09’      32,6            24’
      12’      32,0            20’
      15’      31,4            17’
 0° 18’      30,8     - 0° 13’
      21’      30,3           09’
      24’      29,8           06’
      27’      29,2           02’
      30’      28,7      0° 01’
      33’      28,2           05’
      36’      27,6           08’
 0° 39’      27,3       0° 12’
      42’      26,8           15’
      45’      26,4           19’
      48’      25,9           22’
      51’      25,5           26’
      54’      25,1           29’
      57’      24,7           32’
 1° 00’      24,3       0° 36’
      03’      24,8           39’
      06’      23,6           42’
      09’      23,2           46’
      12’      22,9           49’
      15’      22,5           52’
      18’      22,2           56’
 1° 21’      21,9       0° 59’
      24’      21,6       1° 02’
      27’      21,2           06’
      30’      20,9           09’
      35’      20,5           14’
      40’      20,0           20’
 1° 45’      19,5       1° 25’
      50’      19,1           31’
      55’      18,7           36’
 2°  00’     18,3           42’
      05’      17,9           47’
      10’      17,5           52’
      15’      17,2           58’
      20’      16,8       2° 03’
      25’      16,5            08’
 2° 30’      16,1        2 °14’
      35’      15,8            19’
      40’      15,5            24’
      45’      15,2            30’
      50’      14,9            35’
      55’      14,7            47’
 3° 00’      14,4       2° 46’
      05’      14,1           51’
      10’      13,9           56’
      15’      13,7       3° 01’
      20’      13,4            07’
      25’      13,2            12’
      30’      13,0            17’
 3° 35’      12,7       3° 22’
      40’      12,5           27’
      45’      12,3           33’
      50’      12,1           38’
      55’      11,9           43’
 4° 00’      11,8           48’
      05’     11,6           53’
      10’     11,4           59’
      15’     11,2      4° 04’
      20’     11,1           09’
      25’     10,9           14’
      30’     10,7           19’
      35’     10,6           24’
      40’     10,4           30’
 4° 45’     10,3       4° 35’
      50’     10,1           40’
      55’     10,0           45’
 5° 00’      09,9           50’
      05’      09,7           55’
      10’      09,6      5° 00’
 5° 15’      09,5           05’
      20’      09,4           11’
      25’      09,2           16’
 5°  30’     09,1           21’
      35’      09,0           26’
      40’      08,9           31’
      45’      08,8           36’
      50’      08,7           41’
      55’      08,6           46’
 6° 00’      08,5        5 °51’
      10’      08,3       6 °02’
      20’      08,1            12’
      30’      07,9            22’
      40’      07,7            32’
      50’      07,6            42’
 7° 00’      07,4            53’
      10’      07,2       7° 03’
      20’      07,1           13’
      30’      07,0           23’
      40’      06,8           33’
      50’      06,7           43’
 8° 00’      06,6           53’
      10’      06,4      8° 04’
      20’      06,3           14’
      30’      06,2           24’
      40’      06,1           34’
      50’      06,0           44’
 9° 00’      05,9           54’
      10’      05,8      9°  04’
      20’      05,7           14’
      30’      05,6           24’
      40’      05,5           34’
      50’      05,4           45’
      56’      05,3           51’
10° 08’     05,2     10° 03’
      20’     05,1            15’
      33’     05,0            28’
      46’     04,9            41’
11°00’     04,8            55’
      14’     04,7      11°09’
      29’     04,6            24’
      45’     04,5            40’
12°01’     04,4            57’
      18’     04,3      12°14’
      35’     04,2           31’
      54’     04,1           50’
13° 13’    04,0     13° 09’
      33’     03,9           29’
      54’     03,8           50’
14° 16’    03,7     14° 12’’
      40’     03,6           36’
15° 04’     03,5      15°00’
      30’     03,4            27’
      57’     03,3            54’
16° 26’    03,2      16°23’
16° 56’    03,1      16°53’
17° 28’    03,0      17°25’
18° 02’    02,9      17°59’
18° 38’    02,8      18°35’
19° 17’    02,7      19°14’
19° 58’    02,6      19°55’
20° 42’    02,5      20°39’
21° 28’    02,4      21°26’
22° 19’    02,3      22°17’
23° 13’    02,2      23°11’
24° 11’    02,1      24°09’
25° 14’    02,0      25°12’
26° 22’    01,9      26°20’
27° 36’    01,8      27°34’
28° 56’    01,7      28°54’
30° 24’    01,6      30°22’
32° 00’    01,5      31°58’
33° 45’    01,4      33°44’
35° 40’    01,3      35°39’
37° 48’    01,2      37°47’
40° 08’    01,1      40°07’
42° 44’    01,0      42°43’
45° 36’    00,9      45°35’
48° 47’    00,8      48°46’
52° 18’    00,7      52°17’
56° 11’    00,6      56°10’
60° 28’    00,5      60°27’
65° 08’    00,4      65°08’
70° 11’    00,3      70°11’
75° 34’    00,2      75°34’
81° 13’    00,1      81°13’
87° 03’    00,0      87°03’

* Disadur dari Almanak Nautika oleh H. Sa’adoeddin Djambek.














D. PENUTUP

Dalam al-Quran ada semangat umum yang terkandung agar menggunakan hisab untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.  Semangat ini yang  diambil dan lebih dikedepankan oleh Muhammadiyah dalam menetapkan awal bulan qomariyah, terlebih-lebih diera perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi  dewasa ini. Dengan penggunaan hisab ini tentu hasil akhir bisa jadi berbeda   dengan kelompok yang mengedepankan rukyat  sebagai pedoman dalam menetapkan awal bulan qomariyah.
Adanya perbedaan dalam penetapan awal bulan qomariyah terutama awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah jangan sampai  menimbulkan konflik di internal umat Islam, karena masing-masing mempunyai alasan yang kuat yang menjadi argumen dasar dalam menetapkan  awal bulan dimaksud. Sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya  terhadap  metode yang dipergunakan dalam menetapkan  awal bulan yang merupakan hasil dari sebuah ijtihad adalah sikap yang harus dikedepankan oleh ummat Islam.


1. Maksud dari hadis Nabi saw tentang rukyat adalah kepastian telah masuk bulan Ramadan atau Syawal. Yang dituntut bukan rukyatnya, tapi puasa Ramadannya yang harus tepat waktu. Hisab jelas memberi akurasi yang jauh lebih tinggi daripada rukyat, sehingga hasil hisablah yang digunakan. SO, sama sekali tidak menyalahi hadis Nabi saw. 2. Pada masa Nabi saw ilmu hisab belum semaju sekarang dan belum dikuasai oleh umat Islam, sebagaimana sabda Nabi saw: Inna ummatun ummiyyatun ..., sehingga rukyatlah satusatunya metode yang paling mungkin digunakan untuk mengetahui waktu tepat kapan berpuasa dan kapan berbuka. Inilah illat perintah rukyat. Pada zaman modern ini illat tersebut sudah hilang, sehingga lebih akurat menggunakan hasil hisab. 3. Matahari, Bumi dan Bulan selalu beredar pada porosnya dan bisa diketahui perhitungannya dengan ilmu hisab. Peredaran itulah yang menimbulkan pergantian waktu, sehingga yang dirujuk adalah eksistensi keberadaan ketiganya, bukan bisa dilihat atau tidaknya. 4. Ulil Amri tidak selalu berarti pemerintah, bahkan hanya sedikit yang memaknai demikian. Di AlQuran terjemah Departemen Agama pun tidak demikian. 5. Satusatunya cara untuk menghilangkan perbedaan hanyalah dengan menyatukan kalender Islam secara globalinternasional













[3] Saat dimana ketiga benda langit bulan, bumi dan matahari berada pada satu bidang ekliptika.
[4] Paralaks = (cos h☺ x  hp ) = cos 3°4405,07 x 1°0054
[5] Nilai  refraksi diambil dari nilai yang mendekati nilai h hakiki pada daftar refraksi halaman 19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar