Kamis, 30 Desember 2021

Hadist Tentang Anjuran Menikah

 

Hadist Tentang Anjuran Menikah


 

Pernikahan adalah jalan untuk mewujudkan salah satu tujuan asasi dari syariat Islam yaitu menjaga nasab, karena dengannya terbentuklah sarana penting guna memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti perilaku zina, homoseksual, dan sebagainya.

Melalui sejumlah redaksional dalil dapat kita temukan motivasi menikah yang mana merupakan bagian dari kehidupan para nabi atau yang dimaksud dengan sunnah nabi. Sebagaimana hadist hadist berikut:

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ الْحَجَّاجِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ أَبِي الشِّمَالِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ وَالنِّكَاحُ , قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عُثْمَانَ وَثَوْبَانَ وَابْنِ مَسْعُودٍ وَعَائِشَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَأَبِي نَجِيحٍ وَجَابِرٍ وَعَكَّافٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي أَيُّوبَ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خِدَاشٍ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ عَنْ الْحَجَّاجِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ أَبِي الشِّمَالِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ حَدِيثِ حَفْصٍ قَالَ أَبُو عِيسَى وَرَوَى هَذَا الْحَدِيثَ هُشَيْمٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْوَاسِطِيُّ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَغَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ الْحَجَّاجِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ وَلَمْ يَذْكُرُوا فِيهِ عَنْ أَبِي الشِّمَالِ وَحَدِيثُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ وَعَبَّادِ بْنِ الْعَوَّامِ أَصَحُّ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki'[1], telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Al Hajjaj dari Mahkul dari Abu Asy Syimal dari Abu Ayyub[2] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Empat hal yang termasuk sunnah para rasul: malu, memakai wewangian, siwak, dan nikah." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari 'Utsman, Tsauban, Ibnu Mas'ud, Aisyah, Abdullah bin 'Amr, Abu Najih, Jabir dan 'Akkaf." Abu Isa berkata; "Hadits Abu Ayyub merupakan hadits hasan gharib. Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Khidays Al Baghdad telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Al Awwam dari Al Hajjaj dari Makhul dari Abu Asy Syimal dari Abu Ayyub dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits Hafs." Abu Isa berkata; Husyaim, Muhammad bin Yazid Al Wasithi, Abu Mu'awiyah dan yang lainnya meriwayatkan hadits ini dari Al Hajjaj dari Makhul dari Abu Ayyub dan mereka tidak menyebutkan di dalamnya dari Abu Asy Syimal. Hadits Hafs bin Ghiyats dan 'Abbad bin Al Awam yang lebih sahih."

             (TIRMIDZI - 1000) [3]

Jalur Sanad hadis ini sebagai berikut: Khalid bin Zaid bin Kulaib (Abu Ayyub) -> Abu Asy Syimal bin Dlubab -> Makhul -> Hajjaj bin Arthah bin Tsaur -> Hafsh bin Ghiyats bin Thalq -> Sufyan bin Waki'bin Al Jarrah

Tak kalah pentingnya, hal senada juga disebutkan dalam riwayat imam Bukhari dalam Al Jami’nya, tentang kisah tiga orang sahabat yang ingin menandingi ibadah nabi SAW dengan shalat semalam penuh tanpa tidur, puasa penuh setahun, dan tidak menikah. Namun ternyata nabi melarang hal tersebut, sebagaimana lafadz hadist berikut:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ الطَّوِيلُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam[4] Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu[5] berkata; Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku."

              (BUKHARI - 4675) [6]

Jalur Sanad hadis ini sebagai berikut: Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram -> Humaid bin Abi Humaid ->Muhammad bin Ja'far bin Abi Katsir -> Sa'id bin Abi Maryam Al Hakam bin Muhammad bin Salim.

Terdapat pula lafadz hadist yang sangat masyhur kita dengar dalam pidato acara-acara pernikahan yang menekankan bahwa nikah itu adalah sunnah dari Rasulullah SAW. Redaksi hadist ini bisa kita temukan dalam riwayat Ibnu Majah:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar[7] berkata, telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Isa bin Maimun dari Al Qasim dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng." (IBNUMAJAH - 1836) [8]

Jalur sanad hadis ini sebagai berikut: Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq -> Al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash Shiddiq->Isa bin Maimun -> Adam bin Abu Iyas -> Ahmad bin Al Azhar bin Munai'.

Melalui sejumlah hadist di atas, dapat kita lacak secara tekstual bahwa nikah dalam perspektif Islam itu dianjurkan karena merupakan sunnahnya para nabi. Namun, apakah kata “sunnah” yang dimaksud dalam hadist tersebut berindikasi kepada “sunnah secara hukum” seperti halnya hukum wajib pada shalat, dan hukum haram pada minum khamr.

Untuk memahami lafadz yang ada pada hadist, pada zaman ini kita tentunya tidak boleh terburu- buru mengambil kesimpulan sendiri. Metode yang ideal dan bahkan menjadi wajib bagi kita sekarang adalah memahami teks hadist melalui penjelasan para ulama. Maka jika mengutip penjelasan ulama tentang konsep nikah sebagai sunnah para nabi, dapat kita fahami sebagai berikut:

1.      Al-Hafidh Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim Al-Mubarokfuri dalam kitabnya tuhfatul ahwadzi menjelaskan hadist tentang empat sunnah para nabi yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Beliau mengatakan  bahwa Sunnah yang termaktub dalam hadist tersebut dimaknai dengan karakteristik atau bagian dari jalan hidup yang dibiasakan oleh mayoritas para nabi.[9]

2.      Dalam kitab Al badru Tamam yang menjelaskan tentang hadist dari bulughul maram dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sunnah para nabi dalam bab pernikahan adalah jalan hidup bukan bermakna antonim dari wajib.

Maka menikah dalam hal ini adalah bagian dari jalan hidup nabi, dan barangsiapa dengan terang- terangan membenci pernikahan,  menolak kenyataan disyariatkannya menikah, lalu mengambil jalan yang haram di luar nikah, golongan inilah yang kemudian tidak dianggap sebagai ummatnya nabi Muhammad SAW.[10]

Akan sangat rentan kepada kekeliruan jika lagi- lagi kita tekstualis dalam memahami redaksi hadist apalagi yang mengarah kepada konsekuensi hukum. Maka dalam rangka menghindari kesalahfahaman terhadap maksud daripada dalil, kita kutip kembali penafsiran para ulama terkait hal ini.

1.     Sabda Rasulullah SAW : “barangsiapa yang membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku, maksudnya adalah orang-orang yang  menolak,  membenci,  dan  mengingkari pernikahan sebagai bagian dari syariat Islam dan sebagai bagian dari jalan hidupnya nabi. Sementara selain orang-orang yang tersebut tadi, namun belum menikah  padahal sudah waktunya menikah, dan orang-orang yang meninggal sebelum menikah, bukanlah termasuk kepada golongan yang tidak dianggap sebagai umat Nabi.[11]

2.     Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk regenerasi umat dengan  cara yang halal, sebaliknya perzinaan adalah suatu keharaman dalam Islam. Halangan atau udzur syari yang membuat seseorang tertunda atau tidak bisa menikah tidak lantas memasukan orang tersebut kepada golongan yang dibenci oleh Rasulullah SAW.[12]

Karena menikah adalah sunnah dari para Nabi atau suatu perilaku yang dipraktekkan beliau sebagai teladan bagi umat disamping tuntunan dan kebutuhan manusiawi. Maka dalam menikah, hendaklah terkandung niat untuk mengikuti jejak Rasulullah SAW demi memperbanyak pengikut beliau dan agar mempunyai keturunan yang sholeh, menjaga kemaluan dan kehormatan dari perbuatan tercela, serta menjaga keberagaman secara umum. Disebutkan dalam hadist:

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ دَخَلْتُ مَعَ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَبَابًا لَا نَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Amru bin Hafsh bin Ghiyats[13] Telah menceritakan kepada kami bapakku Telah menceritakan kepada kami Al A'masy[14] ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Umarah dari Abdurrahman bin Yazid ia berkata: Aku, Alqamah dan Al Aswad pernah menemui Abdullah[15], lalu ia pun berkata: Pada waktu muda dulu, kami pernah berada bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Saat itu, kami tidak mendapatkan sesuatu pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, dan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya." (BUKHARI - 4678)[16]

Jalur sanad hadis ini sebagai berikut: Abdullah bin Mas'ud bin Ghafil bin Habib -> Abdur Rahman bin Yazid bin Qais -> Umarah bin 'Umair -> Sulaiman bin Mihran -> Hafsh bin Ghiyats bin Thalq -> Umar bin Hafsh bin Ghiyats.


[1] Nama Lengkap : Sufyan bin Waki'bin Al Jarrah, Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua, Kuniyah : Abu Muhammad, Negeri semasa hidup : Kufah, Wafat : 247 H

[2] Nama Lengkap : Khalid bin Zaid bin Kulaib, Kalangan : Shahabat, Kuniyah : Abu Ayyub, Negeri semasa hidup : Madinah, Wafat : 50 H

[3] Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, http://mqtebuireng.softether.net/hadis9/bab_open.php

[4] Nama Lengkap : Sa'id bin Abi Maryam Al Hakam bin Muhammad bin Salim, Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua, Kuniyah : Abu Muhammad, Negeri semasa hidup : Maru, Wafat : 224 H

[5] Nama Lengkap : Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram, Kalangan : Shahabat, Kuniyah : Abu Hamzah, Negeri semasa hidup : Bashrah, Wafat : 91 H

 

[6] Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, Op.cit

[7] Nama Lengkap : Ahmad bin Al Azhar bin Munai', Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan, Kuniyah : Abu Al Azhar, Negeri semasa hidup : Nihawand, Wafat : 263 H

[8] Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, Op.cit

[9] Abul ala Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim Al-Mubarokfuri. Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami At Tirmidzi. Darul Kutub Ilmiyah. Beirut. Hal 4/166

[10] Al Husain bin Muhammad Al La’I Al Maghribi. Al Badrut Tamam Syarhu Bulughil Maram. Daru Hijr. 1994. Hal 7/18

[11] Ibnu Hajar Al Asqolani. Fathul Bari Syarhu Shohihil Bukhari. Darul ma’rifah. Beirut. Hal 9/105

[12] Al Maghribi. Op.cit

[13] Nama Lengkap : Umar bin Hafsh bin Ghiyats, Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua, Kuniyah : Abu Hafsh, Negeri semasa hidup : Kufah, Wafat : 222 H

[14] Nama Lengkap : Sulaiman bin Mihran, Kalangan : Tabi'in kalangan biasa, Kuniyah : Abu Muhammad al-Kufi al-A'masy, Negeri semasa hidup : Kufah, Wafat : 147 H

[15] Nama Lengkap : Abdullah bin Mas'ud bin Ghafil bin Habib, Kalangan : Shahabat, Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman, Negeri semasa hidup : Kufah, Wafat : 32 H

[16] Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, Op.cit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar