Kamis, 30 Desember 2021

Ayat- Ayat Al-Qur’an tentang Hadhanah

 Ayat- Ayat Al-Qur’an tentang Hadhanah

Hadhanah 
 

1.      Surah Thoha Ayat 132:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

Artinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa

Kandungan surah Thaha ayat 132 berisi perintah untuk mendirikan shalat dengan sabar sebagai sarana menuju ketaqwaan. Melalui sarana taqwa ini setiap muslim mendapat jaminan Allah berupa jalan keluar dari berbagai kesulitan dan pintu bagi datangnya rezeki dari jalan yang tiada di sangka-sangka. pada ayat ini juga mengajarkan kepada orangtua untuk memberikan pendidikan agama kepada anak yang pada hakikatnya, tanggung jawab pendidikan itu adalah tanggung jawab yang besar dan penting sebab pada tatanan operasionalnya, pendidikan merupakan pemberian bimbingan, pertolongan, dan bantuan dari orang dewasa atau orang yang bertanggung jawab atas pendidikan kepada anak yang belum dewasa. Dalam pandangan Islam, anak adalah anamat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orangtuanya. Oleh, karena itu, orangtua harus menjaga, memelihara, dan menyampaikan amanah itu kepada mereka, karena manusia milik AllahSWT, orangtua harus mengantarkan anaknya melalui bimbingan, pengarahan, dan pendidikan untuk mengabdi kepada Allah SWT. 

 

2.      Surah Al Baqarah Ayat 233

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلا وُسْعَهَا لا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya:  Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah menderita karena anaknya. Ahli waris pun berkewajiban seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Meskipun ayat tersebut tidak secara eksplisit menegaskan bahwa tanggungjawab pemeliharaan anak menjadi beban yang harus dipenuhi suami sebagai ayah, namun pembebanan ayah untuk memberi makan dan pakaian kepada para ibu melekat didalamnya, tanggungjawab pemeliharaan anak. Hal ini diperkuat lagi dengan ilustrasi, apabila anak tersebut disusukan oleh wanita lain yang bukan ibunya sendiri, maka ayah bertanggungjawab untuk membayar  perempuan yang menyusui secara makruf.

Ayat tersebut juga mengandung arti kewajiban orang tua terhadap anaknya, baik ayah maupun ibu untuk memelihara anak mereka. Ibu berkewajiban menyusui dan ayah berkewajiban memberi nafkah kepada ibunya agar ibunya mampu untuk menyusui anaknya. Ayat tersebut juga menjelaskan anak diberi sandang, pangan dan papan menurut kemampuan ibu bapaknya.[1]

 

3.      Surah An-Nisa Ayat 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya  meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan  perkataan yang benar”.

Pada ayat 9 surah An-nisa ini menegaskan bahwa orang yang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka dalam keadaan lemah seperti orang tua yang  tidak sanggup memenuhi fungsi sosial anaknya dengan baik dalam hal mendidik, melindungi dan mengembangkan anak-anak mereka.

 

4.      Surat At-Tahrim Ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Melalui ayat 6 surah At-Tahrim ini Allah memerintahkan kepada umat manusia yang percaya kapada Allah dan Rasulnya agar mereka menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu,yaitu dengan taat dan patuh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangannya dan bertanggungjawab kepada keluarganya dengan mengajarkan supaya mereka melaksanakan perintah agama dan meninggalkan apa yang dilarangnya,sehingga mereka selamat dari kobaran api neraka, termasuk anggota keluarganya dalam ayat ini adalah anak.  Ayat tersebut juga memerintahkan agar semua kaum muslimin mengasuh dan mendidik anaknya. Diantara banyaknya rumah tangga yang bahagia, ada saja rumah tangga yang mengalami krisis internal sehingga terkadang menimbulkan ketegangan. Ketegangan suami-isteri biasanya timbul dari hal kecil seperti perasaan kurang dihargai bagi isteri oleh suaminya maupun sebaliknya. Hal kecil tersebut bila dibiarkan dan tidak coba dikomunikasikan, maka akan dapat menjadi “bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat meledak sehingga akhirnya terjadi perceraian. Perceraian baik yang disebabkan kematian salah satu pihak atau talak, fasakh, atau lian, akan menimbulkan akibat bagi penyelenggaraan “pemeliharaan anak”. Dalam pemeliharaan anak akan menyangkut beberapa hak. Dari sisi anak kecil, ia mempunyai hak untuk tetap hidup dan tumbuh. Dari sisi pengasuh ia memiliki hak untuk mendidik anak yang diasuh dan dipeliharanya. Sedangkan dari sisi pemeliharaan jiwa insani, hadhanah berupa hak masyarakat untuk memberi kehidupan bagi jiwa manusia dan memeliharanya.Yang terakhir ini disebut dengan hak Allah SWT.

Ayat-ayat di atas merupakan dasar hukum yang kuat dan tegas tentang kewajiban orangtua dalam mendidik menafkahi agar terhindar dari generasi yang lemah, baik lemah iman, ilmu, ekonomi, fisik dan lain sebagainya;



[1] Musdah Mulia, Islam dan Hak Asasi Manusia: Konsep dan implementasi ( Yogyakarta: Naufan Pustaka, 2010), hlm. 178

Tidak ada komentar:

Posting Komentar