Gratifikasi dalam Perspektif Pemberantasan Korupsi
Perbedaan Suap, Gratifikasi dan Pemerasan
Secara sederhana gratifikasi tidak membutuhkan sesuatu yang transaksional atau ditujukan untuk mempengaruhi keputusan atau kewenangan secara langsung. Hal ini berbda dengan suap yang bersifat transaksional.
Sedangkan pidana pemerasan, inisiatif permintaan dan paksaan berasal dari Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Pada pidana pemerasan yang dihukum pidana hanyalah pihak penerima saja.
Implementasi Delik Gratifikasi
Luasnya pengertian gratifikasi oleh UU menunjukkan bahwa pemberian dalam bentuk apa saja, dari siapa saja dan dengan motivasi apa saja, hanya dibatasi pada segi subjek hukum penerima, yaitu memenuhi kriteria Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara.
Contoh Kasus
Gayus Tambunan
Dalam
perkara Gayus Tambunan, hakim menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU)
gagal membuktikan penerimaan gratifikasi dari Alif Kuncoro dan Denny Adrianz
terkait dengan pengurusan perkara banding pajak, namun karena Terdakwa tidak dapat membuktikan asal-usul
dana sesuai dengan ketentuan Undang-undang, hakim tetap menegaskan hal
tersebut tidak mengurangi peran terdakwa atas telah terbuktinya menerima. Terdakwa sempat berdalih bahwa dana tersebut
berasal dari hibah orang tua, akan tetapi setelah ditelusuri, tidak ada bukti
bahwa dana tersebut berasal dari dalih – dalih yang disampaikan oleh Terdakwa karena motivasi pemberian apakah
terkait dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya menjadi
beban pembuktian Penerima.
Gayus divonis bersalah melanggar delik gratifikasi yang dianggap suap dan dijatuhi hukuman penjara 8 (delapan) tahun dan denda Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
Bupati Kukar Rita Widyasari
Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta kepada Bupati Kutai Kartanegara non-aktif Rita Widyasari karena dinilai terbukti menerima gratifikasi dan suap.
Dalam perkara tersebut, majelis hakim menyatakan
Rita dan Khairudin
terbukti melanggar pasal 12B UU RI 31 tahun 99 sebagaimana diubah UU
Nomor 20
tahun 2001 tentang UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP
jo
pasal 65 ayat 1 KUHP. Majelis hakim juga menilai Rita terbukti melanggar
dakwaan
kedua primer yaitu Rita dinyatakan terbukti menerima uang suap dari Hery
Susanto Gun alias Abun selaku Direktur Utama PT Sawit Golden Prima yang
seluruhnya sejumlah Rp6 miliar. Suap itu diberikan sebagai imbalan atas
Pemberian Ijin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Kupang Baru,
Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit
Golden Prima.
Sumber : "Rita Widyasari Divonis 10 Tahun Penjara, Lebih Ringan
dari Tuntutan", https://tirto.id/cNEt
Antonius Tonny Budiono
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono divonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Tonny dinilai terbukti menerima uang suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Kementerian Perhubungan dalam kurun waktu 2016-2017 dan gratifikasi selama 2015-2017.
Uang suap yang diterima mantan Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia IV itu sebesar Rp2,3 miliar dari pengusaha Adiputra Kurniawan, terkait pengerjaan pengerukan empat pelabuhan di sejumlah daerah.
Sementara itu, gratifikasi yang diterima Tonny mencapai lebih dari
Rp20 miliar. Gratifikasi itu diterima dalam berbagai mata uang, yakni sebesar
Rp5,8 miliar, USD479.700, EUR4.200, GBP15.540, SGD700.249, RM11.212, sejumlah
uang di rekening Bank Bukopin sebesar Rp2 miliar serta benda berharga senilai
Rp243,41 juta.
Sumber: “Eks Dirjen Hubla Divonis Lima Tahun
Penjara”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180517115114-12-298887/eks-dirjen-hubla-divonis-lima-tahun-penjara
Sumber: https://elearning.kpk.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar